Jika saya mulai butuh healing, kebun teh di kaki Gunung Kerinci inilah tempatnya. Sejak muda, saya suka menghabiskan waktu di sini.
Udaranya yang sejuk, dingin membuat perasaan tenang dan nyaman. Lagipula rumah kedua berada di sini, yakni homestay ibu angkat saya, yang letaknya berhadapan dengan kebun teh dan Gunung Kerinci.
Homestay yang terletak di Desa Kersik Tuo, Kayu Aro ini menjadi tempat menyendiri dan menginap yang damai. Saat pagi duduk di balkon homestay, udara sangat dingin dengan berselimut sarung serta menyeruput secangkir kopi, adalah hal yang menyenangkan.
Memandang Gunung Kerinci yang kadang berselubung kabut. Tetapi, sesungguhnya pemandangan yang lebih indah adalah memandang perempuan pemetik teh yang terburu-buru pergi ke lokasi memetik teh.
Mereka berjalan dengan cepat bahkan sarapan sambil berjalan, saking terburu-buru. Time is money. Berapa timbangan hasil petik teh, akan menjadi upah mereka.
Mereka mengobrol dalam bahasa Jawa, karena penduduk Kayu Aro berasal dari Jawa yang sudah sejak zaman Belanda menetap di sini.
Para perempuan memakai atribut khas pemetik teh, pakaian yang dilapisi plastik, bersepatu boots karet serta memakai tudung kepala.
Tudung adalah topi kerucut dari anyaman bambu. Serta membawa kantung-kantung plastik tempat daun teh usai dipetik.
Teh terbaik dihasilkan dari tangan-tangan perempuan nan terampil memilih daun teh yang layak dipanen dan daun-daun teh muda tidak ikut tercabut. Tetapi, saat ini perempuan pemetik teh tinggal sedikit tidaklah seramai dulu. Kebun teh tercintaku semakin lengang.