Jika zaman dulu kita membeli makanan dan jika ingin dibungkus untuk dibawa pulang, maka pembungkus makanan biasanya daun pisang. Seperti nasi bungkus, gado-gado, sate, dan juga kebanyakan kue-kue berbungkus daun pisang. Penggunaan daun pisang membuat makanan wangi dan higienis tentunya. Tapi saat ini plastik dan styrofoam lebih banyak digunakan untuk wadah/kemasan makananan.
Penggunaan wadah makanan dari styrofoam juga menyasar pasar-pasar tradisional yang menjual makanan tradisional, dengan alasan styrofoam mudah didapat, banyak yang menjual, berbeda dengan menggunakan daun pisang yang semakin sulit didapat dan mahal jika dibeli.
Wadah makanan dari bahan styrofoam bisa berupa cangkir sekali pakai, kotak makanan. Terutama restoran cepat saji, umumnya menggunakan wadah makanan dan minuman dari styrofoam. Coba lihat di tong sampah restoran cepat saji, sampah styrofoam menumpuk dan menjadi harta karun abadi untuk bumi.
Mengapa dikatakan harta karun abadi untuk bumi?
Karena styrofoam merupakan sampah permanen, tidak akan terurai di bumi. Ketika kita membuang sebuah cangkir styrofoam di halaman rumah puluhan tahun yang lalu dan seorang anak dari keluarga kita akan menemukan kembali pecahan cangkir styrofoam tersebut.
Dengan penggunaan styrofoam ini, bumi menyimpan beban sampah yang tidak berkurang, menumpuk kian hari. Sifatnya yang ringan dan mudah diterbangkan angin berubah wujud "ikan-ikan styrofoam" yang mengambang di sungai dan di laut, dan menjadi pencemaran sumber daya air.
Styrofoam sangat berbahaya bagi hewan penghuni laut, ketika mereka memakan styrofoam yang mengambang dan seperti makanan bagi mereka, maka kematianlah bagi mereka. Keberadaan styrofoam di laut ini merusak ekosistem dan biota laut.