Lihat ke Halaman Asli

Fatmi Sunarya

TERVERIFIKASI

Bukan Pujangga

Mencicipi Lamang Tapai Legendaris untuk Berbuka Puasa

Diperbarui: 9 April 2022   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Restika/dokpri

Setelah sekian lama kita terkungkung dalam pandemi, pasar ramadan atau pasar bedug yang menjajakan kuliner untuk berbuka puasa ditiadakan dan para penjaja kuliner lebih banyak berjualan di warung atau rumahnya masing-masing. 

Tahun ini dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, pasar ramadan atau pasar bedug sudah dibuka kembali. Di Kota Sungai Penuh, kota kelahiran saya, pasar ramadan atau pasar bedug dikenal dengan nama "Pasar Mambo". 

Penamaan ini mengingatkan saya bahwa ketika masa kecil di pasar ini dijual es mambo, yang merupakan jajanan legendaris yang sudah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia dan menjadi jajanan favorit anak-anak Indonesia dari masa ke masa.  

Di Pasar Mambo yang hanya ada di bulan Ramadan ini, aneka kuliner dijajakan untuk berbuka puasa, bahkan ada kuliner yang hanya tersedia di bulan Ramadan saja. 

Bisa kita temui berbagai macam penganan baik tradisional maupun penganan kekinian, minuman segar seperti air kelapa muda, air kacang tujuh, ada juga olahan masakan tradisional berupa gulai, lauk pauk khas Kerinci.

Kuliner yang menjadi ciri khas dan legendaris di Pasar Mambo adalah "Lamang Tapai", yakni lamang (lemang) yang dijual bersama tapai ketan. Kuliner khas ini mengingatkan saya pada almarhum bapak yang merupakan penggemar berat lamang tapai.

Lamang tapai legendaris di Kota Sungai Penuh yang terkenal sejak dulu adalah lamang tapai Ibu Hj. Alinar. Usaha lamang tapai milik Ibu Hj. Alinar ini sudah dimulai sekitar tahun 1970, beliau dikenal dengan sebutan Uni Linar, Mak Wo, atau Induk Bujang karena memiliki empat orang anak laki-laki.

Dulu, Ibu Hj. Alinar berjualan lamang tapai bukan hanya di bulan Ramadan saja tapi juga di hari-hari biasa. Karena usia beliau sudah menua sehingga lamang tapai hanya dijual di bulan Ramadan saja. 

Tahun 2010 Ibu Hj. Alinar meninggal dunia dan usaha lamang tapai dilanjutkan oleh anak laki-laki beliau yang dikenal dengan nama Uda Laweh (Erizaldi) dan istrinya Dewi Laweh.

Foto Desrizal Alira/dokpri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline