Lihat ke Halaman Asli

MARITA RESTYANI

mahasiswa s1 Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah IBNU SINA

Mempopulerkan "Sastra Edukatif" di Tengah Gempuran "Sastra Sekuler"

Diperbarui: 21 Februari 2024   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mempopulerkan " Sastra Edukatif" di Tengah Gempuran "Sastra Sekuler "

Oleh : Marita Restyani 

Pada mulanya sastra adalah edukatif atau mendidik. la menjadi media pendidikan keluarga, masyarakat, bangsa, dan bahkan negara (kerajaan). Seorang ibu me- nanamkan budi pekerti kepada anak-anaknya melalui dongeng menjelang tidur. Seorang kakek, atau tetua desa, mendongeng kepada anak-anak kampung untuk mengajar mereka bermasyarakat. Negara pun mengabadikan dongeng-dongeng untuk mendidik bangsa- nya. 

Di dunia Islam, tradisi sastra edukatif juga dikenal sejak lama, setua kelahiran fabel dan 'legenda Islami". Selain fabel dan legenda yang anonim dan hidup secara turun-temurun, semua karya sastra Islami-yang ditulis para sastrawan Muslim-pada umumnya juga bersifat edukatif. Dalam tradisi sastra sufi, misalnya, para tokoh dan guru tasawuf banyak memilih puisi dan kisah-kisah pendek sebagai media pengajaran sufisme.

 Salah satu 'genre sastra edukatif' yang sampai sekarang masih menarik untuk dibaca, karena banyak mengandung ajaran tentang kearifan tentang hidup dan kehidupan, adalah 'kisah-kisah teladan', baik yang diadaptasi dari hadis-hadis Rasulullah SAW., kehidupan para sufi dan ulama besar, maupun yang diadaptasi dari fabel dan legenda. 

Di tengah-tengah tradisi sastra kontemporer yang cenderung sekuler dan liberal (kurang mengindahkan aspek edukatif), kisah-kisah teladan dari dunia Islam itu masih mengisi rubrik-rubrik tertentu di berbagai media massa, dan diterbitkan menjadi buku oleh penerbit penerbit yang concern pada khazanah sastra Islam, karena nilai-nilainya yang luhur dan dapat menjadi sumber keteladanan bagi pembaca. Namun, buku-buku yang demikian jumlahnya masih sangat terbatas, dan belum seberapa jika dibandingkan dengan kelimpahan kisah- kisah teladan yang ada di dunia Islam. 

Penerbitan buku-buku seperti itu, jelas perlu terus digalakkan. Sebab, di tengah berbagai krisis nilai, terutama krisis budi pekerti, moral dan budaya, kisah-kisah keteladanan seperti itu dapat menjadi 'oase' yang menyejukkan sekaligus mencerahkan jiwa pembacanya.Publikasikan karya-karya tersebut bisa melalui berbagai media, baik cetak maupun daring, untuk mencapai khalayak yang lebih luas. Dengan begitu gerakan mempopulerkan sastra edukatif dapat mengurangi kelangkaan disamping sastra sekuler yg meluas cenderung liberal dan mengesampingkan budi pekerti, dan diharapkan masyarakat dapat kembali mengapresiasi dan menghargai sastra edukatif sebagai bagian yang tak terpisahkan dari warisan sastra, serta sebagai sarana pembelajaran dan refleksi nilai-nilai kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline