Lihat ke Halaman Asli

Surabaya, Ruang Publik untuk Generasi yang lebih Baik

Diperbarui: 1 Oktober 2015   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa tidak tahu Kota Surabaya? Kota yang dipimpin oleh Ibu Tri Rismaharini yang menjadi salah satu kota terbersih di Indonesia. Kota terbesar nomor dua di Indonesia ini merupakan kota yang begitu menawan dilihat dari tata lingkungan di dalamnya. Penataan kota yang begitu apik, sistem lalu lintas yang tertata rapi, kebersihan lingkungan di sekitar jalan kota menjadi sebuah daya tarik tersendiri yang dapat menghipnotis mata. Tak heran jika kota ini beberapa kali mendapat penghargaan dari dalam maupun luar negeri. Penghargaan ini tentunya tidak diraih begitu saja, butuh perjuangan untuk mendapatkannya. Perlu kesungguhan dalam membuat hati masyarakat sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan. Tidak jarang terlihat Ibu Tri Rismaharini pun turun tangan dalam memberi contoh kepada masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Begitulah seharusnya pemimpin, memberi contoh langsung kepada masyarakat, seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantoro, “Ing ngarso sung tuladha”.

Sekilas memang begitu menarik keadaan Kota Surabaya akan tetapi dilihat dari perspektif lain, kota ini masih memiliki tidak sedikit kekurangan yang perlu diperbaiki. Sebaik apa pun manusia pasti memiliki kekurangan. Begitu juga dengan kota, sebersih dan sebaik apa pun pasti masih memiliki kekurangan. Untuk menghadapi permasalahan tersebut peran pemerintah sangatlah besar mengingat sumber pembiayaan ada di tangan pemerintah. Akan tetapi tanpa sokongan dari masyarakat juga tidak akan ada hasilnya. Ibarat menabur garam di lautan. Sebagai contoh yang tak luput dari pandangan mata dan juga menjadi permasalahan bagi kota-kota besar lainnya yaitu defisit ruang publik seperti area bermain bagi anak-anak. Sama seperti kota-kota besar lainnya, Kota Surabaya merupakan kota yang sebagian besar wilayahnya dipadati oleh bangunan seperti ruko, hotel, apartemen, mall, industri, dan fasilitas-fasilitas publik. Kurangnya area bermain bagi anak menjadi dalih bagi anak bermain di area-area yang dapat membahayakan dirinya dan orang lain. Sering dijumpai anak-anak yang bermain sepak bola dipinggir jalan besar di tengah kota. Kita tidak bisa serta merta menyalahkan anak begitu saja karena masa anak-anak merupakan masa bermain yang menunjang pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak. Anak butuh untuk berhubungan secara langsung dengan lingkungan. Jika tidak ada area bermain yang memadai, anak akan mencari tempat untuk bermain lain walaupun membahayakan keselamatan dirinya. Hal ini tentu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah mengingat keselamatan anak dan pengguna jalan adalah sebuah prioritas untuk mencari solusi kondisi tersebut.

Begitu miris jika mendengar terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa. Karena kurangnya area bermain kemudian anak bermain di pinggir jalan dan mengakibatkan kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang bukanlah hal sepele yang bisa ditinggalkan begitu saja. Hal ini perlu menjadi pemikiran pemerintah dan semua pihak. Salah satu solusi untuk menghadapi masalah tersebut yaitu dengan memanfaatkan sebagian lahan yang masih kosong sebagai sarana bermain atau rekreasi bagi anak. Dengan dibangunnya area bermain yang memadai bagi anak harapannya bisa menyeimbangkan aktivitas anak yang selama enam hari dipadati dengan aktivitas sekolah, les, dan lain sebaginya. Bagaimana pun, membangun area bermain yang memadai lebih mudah daripada mengembalikan nyawa seseorang yang telah hilang akibat kecelakaan.

Akibat yang lain dari kurang memadainya ruang publik sebagai area bermain anak yaitu membuat anak mencari tempat bermain lain yang tidak baik untuk pembentukan karakter anak seperti mall. Hal ini secara tidak langsung membentuk karakter anak menjadi seorang yang konsumtif. Dengan berdandan ala borjuis, mereka mencari fasilitas yang serba praktis. Tentu, ini mematikan kreatifitas anak. Anak seharusnya dididik untuk menjadi generasi yang produktif dan sederhana sehingga mereka bisa memanfaatkan potensinya untuk membuat sesuatu bukan membeli sesuatu. Anak yang biasanya bermain dengan alam biasanya lebih bisa menghargai alam daripada anak yang biasa bermain di tempat yang serba praktis yang tidak perlu perjuangan tinggi untuk mendapatkannya, tinggal minta kepada orang tua langsung dituruti. Indonesia membutuhkan generasi kreatif yang bisa mengembangkan potensinya untuk membentuk Indonesia menjadi lebih maju dan tentunya dengan prinsip kesederhanaan.

Ruang publik merupakan hak bagi setiap masyarakat. Masyarakat memerlukan ruang untuk mengembangkan dirinya, bercengkrama dengan lingkungan yang merupakan haknya. Area-area bermain sebagai sarana mengembangkan diri, berkumpul dengan teman di hari libur merupakan salah satu ruang publik yang harus diberikan kepada masyarakat. Hal itu tentu tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat melainkan juga bumi ini. Bumi yang semakin tak terkontrol kerusakannya memerlukan penyeimbang untuk meminimalisasi kerusakan pada dirinya. Pembangunan area bermain yang ditumbuhi tumbuh-tumbuhan bisa menjadi salah satu upaya meminimalisasi kerusakan bumi. Hewan-hewan kecil pun bisa hidup di dalamnya, bermain bersama manusia, menambah keindahan kota, dan menjadi keseimbangan bagi ekosistem kota. Itulah ruang publik yang harus disediakan pemerintah, bagaimana pun ruang publik merupakan warisan bagi anak cucu kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline