Lihat ke Halaman Asli

Perbandingan Hukum Waris BW dan Adat

Diperbarui: 17 Juli 2024   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

judul : perbandingan hukum waris BW dan Adat

Tema : Mencari Keadilan Dalam Pembagian Warisan BW Dan Adat

Pendahuluan
Hukum waris merupakan salah satu aspek penting dalam sistem hukum di Indonesia. Pengaturan mengenai pewarisan tidak hanya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW), tetapi juga terdapat dalam hukum adat yang berlaku di berbagai daerah di Indonesia. Kedua sistem hukum waris ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar, baik dari segi filosofi, prinsip, maupun tata cara pembagian warisan.

Di satu sisi, hukum waris BW menganut sistem individual dan bilateral, di mana harta warisan dibagikan secara individual kepada ahli waris sesuai bagian masing-masing. Di sisi lain, hukum waris adat menganut prinsip komunal dan unilateral, di mana harta warisan dianggap sebagai milik bersama dan pembagiannya disesuaikan dengan sistem kekerabatan yang berlaku di masing-masing daerah.

Perbedaan mendasar antara kedua sistem hukum waris ini seringkali menimbulkan permasalahan dalam praktiknya, khususnya dalam hal mencari keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, artikel ini akan mengkaji lebih dalam mengenai perbandingan antara hukum waris BW dan hukum waris adat, serta upaya untuk mencari keadilan dalam pembagian warisan.

Hukum Waris BW: Sistem Individual dan Bilateral
Hukum waris BW diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Sistem hukum waris BW menganut prinsip individual dan bilateral, yang artinya harta warisan dibagikan secara individual kepada ahli waris sesuai bagian masing-masing.

Dalam hukum waris BW, ahli waris terdiri dari beberapa golongan, yaitu:
1. Golongan I: Anak-anak dan keturunannya.
2. Golongan II: Orang tua (ayah dan ibu) dan saudara-saudara beserta keturunannya.
3. Golongan III: Kakek, nenek, dan seterusnya ke atas.
4. Golongan IV: Saudara-saudara dari orang tua (paman, bibi) dan keturunannya.

Pembagian harta warisan dalam hukum waris BW dilakukan secara individual sesuai dengan bagian masing-masing ahli waris. Pembagian ini didasarkan pada ketentuan mengenai hak mutlak (legitieme portie) yang telah diatur dalam BW. Ahli waris yang berhak atas harta warisan adalah mereka yang masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia.

Keunggulan dari sistem hukum waris BW adalah adanya kepastian hukum dalam pembagian harta warisan. Setiap ahli waris memiliki bagian yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Namun, sistem individual ini juga memiliki kelemahan, yaitu dapat menimbulkan perpecahan di antara ahli waris dan kurang memperhatikan aspek kebersamaan dalam keluarga.

Hukum Waris Adat: Sistem Komunal dan Unilateral
Berbeda dengan hukum waris BW, hukum waris adat di Indonesia memiliki karakteristik yang lebih beragam dan dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang berlaku di masing-masing daerah. Secara umum, hukum waris adat menganut prinsip komunal dan unilateral.

Prinsip komunal dalam hukum waris adat berarti bahwa harta warisan dianggap sebagai milik bersama keluarga, bukan milik individual. Harta warisan tersebut dikelola dan dimanfaatkan bersama-sama oleh anggota keluarga. Pembagian harta warisan tidak dilakukan secara individual, melainkan berdasarkan kesepakatan dan pertimbangan tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline