Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Negara MaJu Bukan Isapan Jempol

Diperbarui: 4 Desember 2015   02:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membaca buku, koran, atau semacamnya, bukanlah pekerjaan seorang pemalas. pernyataan itu yang saya tegaskan dalam benak. seringkali orang mengira atau bahkan sudah menjadi persepsi publik, bahwa bekerja adalah suatu perkara yang menggunakan otot.

oleh karena itulah setiapkali saya membaca entah itu buku atau semacamnya, dilingkungan rumah--tempat saya dilahirkan. orang-orang memandang saya sebelah mata. menganggap saya adalah seorang yang pemalas. pantas saja itu terjadi, sebab di kampung saya. bekerja itu, kalau tidak mencangkul, ya menanam jagung. kalau tidak mencari kayu, ya mencari rumput, buat makan kambing dan sapi yang menjadi piaraan di kandang.

di era tahun 2015, yang sebentar lagi sudah berakhir, masyarakat kampung atau pedesaan, masih memegang budaya-budaya lama, yang belum tentu benarnya. seperti masih mempercayai mitos-mitos. tanpa pernah mau menganalisis apakah mitos-mitos yang seakan menjadi sebuah teori itu memang benar adanya. jika budaya ini masih saja digunakan hingga kelak. kemungkinan bangsa ini akan semakin tertinggal dan bahkan mungkin akan menjadi bahan tertawaan oleh bangsa lain. dimanfaatkan, serta dijajah secara tidak sadar.

saya yakin kita tidak akan mau menjadi bangsa yang terbelakang, dihina, serta dimanfaatkan oleh bangsa lain. kiranya sudah cukup bagi kita kasus Freeport menjadi pelajaran yang sebisa mungkin tidak di ulangi. selama lima puluh tahun lebih Freeport telah dieksploitasi. dan kini muncul perdebatan mengenai Freeport  tersebut. beberapa media massa seperti koran dan semacamnya sedang panas-panasnya mengulas berita tersebut. seakan mereka malah menikmati kasus tersebut.

disini saya tidak akan membahas mengenai siapa saja yang betul dan siapa saja yang patut dipersalahkan. sebagai warga negara yang mempunayai jiwa nasionalis sudah sewajarnya kita tidak saling menyalahkan. yang menambah rumit suatu persoalan. marilah kita tengok diri kita beberapa waktu yang lalu, ketika budaya Reog Ponorogo di klaim sebagai budaya negara tetangga sendiri. mengetahui kejadian tersebut, kita mirip orang kesetanan mencak-mencak tak keruan. toh sebelumnya budaya itu tak begitu diperhatikan oleh kita. tapi kenapa setelah budaya tersebut diamabil orang lain kita malah marah tidak terima.

oleh karena itulah sebagai generasi penerus bangsa, utamanya para pemuda hendaknya kita mencintai bangsa, mengenal setiap sudut dari negeri ini. mengenal kekayaan alam, kekayaan budaya, serta kalau bisa juga mencintai kekayaan intelektual. darimana semua itu dapat terwujud? tentunya salah satunya dari membaca. membaca juga termasuk bekerja, bekerja dalam menghimpun pengetahuan, menghimpun ilmu-ilmu yang tiada pernah habis jumlahnya. setidaknya dari membaca kita akan mampu menjadi generasi yang solutif, nasionalis, dan berkualitas. sehingga cita-cita untuk menjadi negara maju bukan isapan jempol belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline