Laos dikenal dengan julukannya sebagai negara penyangga atau buffer state, karena posisinya berada di antara negara-negara yang memiliki pengaruh cukup besar, yaitu China di perbatasan utara; Thailand di perbatasan barat; dan Vietnam di perbatasan timur. Besarnya pengaruh dari negara disekitarnya, menjadikan Laos berusaha untuk menjaga stabilitas kekuatan dan identitas nasionalnya baik dalam menerapkan kebijakan domestik maupun kebijakan politik luar negerinya, yaitu melalui balanced diplomacy.
Awalnya pada tahun 1995 negara-negara yang berada sepanjang perbatasan Mekong mengembangkan sebuah organisasi antar pemerintah yang mewadahi untuk mengelola sumber daya air, pembangunan berkelanjutan, dialog dan kerja sama regional di Lembah Sungai Mekong, yaitu Mekong River Commission. Organisasi ini berada di bawah Mekong Agreement antara Laos, Thailand, Kamboja, dan Vietnam.
Sebagai upaya menindaklanjuti Mekong River Commission, pada 4 April 2023, Laos bersama negara anggota MRC dalam KTT ke-4 mengesahkan "Deklarasi Vientiane". Disebutkan deklarasi tersebut menegaskan pentingnya peran dari para mitra untuk terus mengembangkan peluang yang terbuka di Mekong Area, seperti halnya infrastruktur air, PLTA, pembangunan berkelanjutan, diplomasi air, dan koordinasi lintas batas, sebagai upaya mengatasi dampak risiko yang timbul dan adanya upaya timbal balik (Mekong River Commissions, 2023).
Kawasan Sungai Mekong merupakan area perbatasan terpanjang antara Laos-Thailand yang membentang sepanjang lebih dari seribu kilometer. Luasnya area tersebut tentu memiliki manfaat bagi masyarakat di sekitar Mekong. Selain itu, Thailand dan Laos memiliki ikatan dalam hal sejarah, budaya, pertukaran pribadi, dan ekonomi, yang berkontribusi pada arus mobilitas penduduk serta barang dan jasa. Namun keuntungan tersebut juga menimbulkan dilema bagi kedua negara dalam mengawasi wilayah perbatasan dan lalu lintas migrasi penduduk yang terhitung sulit akibat geografis perbatasan antara Laos dan Thailand yang cenderung terbuka lebar.
Melihat terbukanya peluang di Mekong Area, Laos mulai berusaha mengembangkan sektor ekonominya melalui perdagangan di wilayah tersebut. Pada tahun 2005, Laos menetapkan Cross Border Transport Agreement (CBTA) of Goods and People dengan Pemerintahan Thailand. Kerjasama tersebut mendorong meningkatnya berbagai kerja sama di bidang lainnya. Implementasi CBTA tersebut, yaitu pembangunan infrastruktur berupa Thai-Lao Friendship Bridge yang menghubungkan wilayah timur dan barat dari Kota Vientiane Laos dengan Kota Nong Khai.
Terhubungnya kedua negara melalui infrastruktur di area cross border merupakan usaha Laos dan Thailand untuk memperkuat kawasan pariwisata, sosial, budaya, dan meningkatkan sektor perekonomian melalui transportasi logistik. Thai-Lao Friendship Bridge sendiri memiliki jalur lintas darat untuk penggunaan umum dengan bus dan jalur kereta api. Untuk melintasinya, wisatawan mancanegara memerlukan visa on arrival dan pemegang paspor Thailand hanya memerlukan stample masuk.
Pada pengembangan pariwisata, Laos menetapkan Lao National Tourism Administration (LNTA) sebagai pemangku kepentingan utamanya. Berfokus pada kerjasama community-based tourism dan ecotourism, melalui berbagai mitra baik dari lembaga domestik maupun mitra internasional. Selain itu, LNTA juga memberikan pelatihan bagi sumber daya masyarakat yang berada di kawasan pariwisata agar mampu menciptakan inovasi baru bagi sektor industri kreatifnya, serta membuka peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya.
Skema pengembangan lanjutan Mekong Area Laos-Thailand adalah pada bidang pariwisata dengan bekerja sama dengan The Lao Association of Travel Agents. Yang mana minat wisatawan lokal maupun mancanegara terhadap pariwisata dua negara melalui Sungai Mekong mendapatkan atensi yang baik. Selanjutnya, perekonomian masyarakat disekitar kawasan dapat dikatakan meningkat sepanjang terwujudnya kerjasama pariwisata ini. Selain itu, culture masyarakat setempat juga dapat terus dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya.
Laos memilih menggunakan kerja sama yang bersifat timbal balik sebagai upaya memperkuat konektivitas Laos dengan negara luar untuk mengembangkan perekonomiannya, mengingat Laos adalah negara landlocked yang terkunci oleh perbatasan dari negara disekitaranya dan tidak memiliki akses laut. Selain itu, kegiatan ekspor Laos ke Thailand cenderung meningkat setiap tahunnya sehingga Laos perlu menekan biaya ekspor, meningkatkan arus mobilitas barang dan jasa melalui pengembangan infrastrukturnya sebagai bentuk menjaga kualitas logistik dan distribusi.
Terjalinnya hubungan bilateral yang baik antara Laos dengan Thailand melalui cross border Mekong Area merupakan cara yang tepat dalam pengembangan berbagai sektor dari kedua negara. Meningkatnya nilai ekspor impor, membuka peluang usaha pariwisata, meningkatnya nilai investasi, dan mempunyai konstribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi terutama bagi Laos sebagai negara landlocked.