Lihat ke Halaman Asli

"Solo Is Solo" dan Kehadiran Ruang Publik

Diperbarui: 31 Oktober 2018   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dance Performers turut menyemarakkan Solo Is Solo Is Street Art pada 28 Oktober 2018

Menjadi salah satu kota metropolitan di Indonesia membuat Kota Solo tak lepas dari geliat pembangunan. Dalam kurun waktu tahun 2018, overpass Manahan dibangun bersamaan dengan Jembatan Tirtonadi dan Masjid Raya Solo. Pembangunan infrastruktur tersebut menuai pro dan kontra di masyarakat.

Jalanan yang kian padat menjadi akibat dari pembangunan overpass Manahan dan juga Jembatan Tirtonadi. Tak hanya itu ruang publik di Sriwedari kian sempit pasca pembangunan Masjid Raya Soloyang dicanangkan Pemerintah Kota Surakarta.

SOLO IS SOLO

Menanggapi isu ruang publik di Kota Surakarta, komunitas Solo Is Solo mengadakan Solo Is Solo Is Street Art Volume Dua. Gelaran tersebut dihelat pada 27-28 Oktober di koridor Jalan Gatot Subroto. Mengangkat tema "Reimagined The City" acara mural street gallery ini dimeriahkan street performing art, street art market, dan berbagai workshop. Acara ini merupakan tahun kedua dari Solo Is Solo yang telah digelar pada tahun 2017.

Dari mata acara utama mural street gallery, Jalan Gatot Subroto atau yang populer dengan Koridor Gatsu dihias dengan mural pada muka bangunan-bangunan yang ada. Tak hanya di Gatsu, mural juga merambah pada Kampung Kemlayan. Ratusan seniman mural menghasilkan berbagai mural yang mengangkat tema multidimensional. Yang aktual hadir pada tembok bangunan Restoran Kusuma Sari yang bergambar Prabowo dan Jokowi sedang berpelukan pada pesta olahraga Asian Games 2018 lalu.

Tema sejarah juga diangkat oleh mahasiswa dari jurusan Kriya Tekstil ISI yang menggambar Perahu Rajamala. Tak hanya itu kritik sosial juga dituangkan pada mural bergambar Gesang lengkap dengan tulisan "Mata Airmu, Air Matamu" yang kini menjadi tempat favorit berswafoto bagi pengunjung. Komunitas Surakarya juga menuangkan nilai sosial lewat mural yang berjudul "Migunani Tumraping Liyan". Komunitas seniman yang lain juga memiliki karakteristik tersendiri dalam menuangkan karya muralnya.

Berbagai mural yang ada pada muka bangunan Koridor Gatsu tersebut kemudian diresmikan secara seremonial dengan berbagai hiburan yang menampilkan The Mudub, Puppet Show, Hip Hop Performance, dan "1910" Band. Acara ini turut didukung oleh Pemerintah Kota Surakarta. Walikota, Hadi Rudyatmo juga sempat mengunjungi beberapa mural yang ada sembari berswafoto.

DARI SENI MURAL KE RUANG PUBLIK

Benang merah dari gelaran Solo Is Solo merupakan seni mural.   "Seni Mural adalah seni Gotong Royong", kata Bambang Bujono. Seni mural memerlukan peran dari banyak pihak mulai dari gagasan, pengerjaan, sampai ke pendanaan. Dari seni mural tercipta komunikasi antar pihak yang terlibat. Melebihi itu, pengunjung sebagai konsumen dari seni mural telah menjadikan Koridor Gatsu sebagai ruang publik bersama.

"Kesan bangunan yang kokoh, terkesan lebih ramah untuk masyarakat", kata Fahmi Ghozali, mahasiswa Jurusan Ilmu Politik UGM yang sedang mengunjungi Koridor Gatsu di malam hari. Tak hanya Fahmi, masyarakat lain juga turut meramaikan Koridor Gatsu sehingga menjadi ruang publik yang ramah bagi masyarakat. Koridor Gatsu telah menjelma ruang publik alternatif bagi masyarakat di samping taman Sriwedari yang sementara ini ditutup.

Komunitas Seni Ruang Atas juga menyadari gelaran Solo Is Solo telah menghadirkan karya seni yang disadari atau tidak telah mempengaruhi medan ruang publik itu sendiri, karena di dalamnya seniman dan publik memiliki ruang yang sama untuk melihat dan dilihat. Keduanya memiliki tawaran politis dalam ruang yang dekat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline