Lihat ke Halaman Asli

Apa Susahnya Mencintaiku?

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Coba ceritakan tentang hatimu. Jelaskan siapa kamu. Apa benar tak bisa melihatku dengan kedua matamu? Atau hanya bisa memandangiku dari balik layar serupa monitor. Kalau saja feelingku tepat, seharusnya kamu mulai merapat. Mestinya sekarang kamu menjadi yang paling kerap mengunjungi tulisanku. Harusnya kamu menjadi pembaca setiap baid yang menceritakan tentang kamu. Sebab aku sengaja mengurai abjad untuk kamu mengerti maksud yang ku sembunyikan dari setiap lengkungan senyumku. Memahami kata-kata yang tak bisa melantangkan suaranya. Seharusnya kamu membaca laku ku, seperti aku yang mulai mencarimu.

Hey, Bung! "Kamu" yang menjadi tokoh utama dalam ceritaku adalah kamu.

Kamu yang ku sebutkan dalam celotehanku itu kamu. Nama yang ku rapal dalam mimpi itu kamu. Wajah yang membuntuti bayanganku itu kamu. Suara lirih yang menggema dalam susunan playlist ku itu mencitrakan tentang kamu. Coba kemari, lihat di sini. Yang menelusup lewat rongga dadaku itu mengisyaratkan kamu.

Lalu di mana lagi aku bisa mencarimu? Sedang aku tak tahu di mana rumahmu. Harus bagaimana aku menghubungimu? Sedang aku tak punya nomor teleponmu. Lalu dengan cara apa lagi agar kamu mendekat di pelukku? Sedang kamu tak kunjung membuat sinyalnya berbaur menyatu.

Mengapa tak juga bertanya apakah sosok "Kamu" yang selalu ku ada dalam ceritaku adalah kamu? Atau yang lebih sederhana, mengapa tak mencoba mendekatiku?

Susah payah memasang kode yang sengaja ku buat lebih mudah. Tapi jadi percuma kalau kamu tak pernah mencoba memecahkannya. Atau kamu punya sistem yang lebih canggih untuk menemukan kata kunci yang tersembunyi? Pilih saja mau dengan cara apa, coba jelaskan padaku. Apa ini caramu memutar-mutar hatiku? Membuatnya sedikit linglung, jadi bingung.

Selama kata mengalir sampai ke hilir, semua masih tentang kamu. Hanya saja perasaanku larut, jadi carut marut. Aku ingin bersembunyi di balik waktu, lebih baik tak pernah mengenalmu. Tapi sepertinya terlambat untuk balik kanan, memutar arah langkah. Aku terlanjur menjadi yang selalu memimpikanmu, dan merindu.

Jadi cepatlah datang kemari, dekati aku. Katakan Kau mencintaiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline