Lihat ke Halaman Asli

Mengulas Buku Du Contrat social

Diperbarui: 7 April 2016   16:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BUKU PERIHAL KONTRAK SOSIAL ATAU PRINSIP-PRINSIP HUKUM POLITIK

(Du contrat social ou Principes du droit politique)

Penulis : Jean-Jacques Rousseau

Isi Buku :

Buku ini membahas tentang tujuan untuk menentukan apakah kekuasaan poAlitik yang resmi itu bisa ada atau tidak ? Untuk menggapai lebih banyak hal dan meninggalkan keadaan alam, manusia harus masuk ke dalam kontrak sosial dengan orang lain. Menurut Rousseau dalam kontrak tersebut, semuanya bebas karena mereka melepaskan kebebasan yang setara dengan kewajiban yang dikenakan kepada semuanya. Rousseau juga menyatakan bahwa tidaklah masuk akal apabila manusia menyerahkan kebebasannya untuk perbudakan; dan maka peserta kontrak haruslah bebas. Lebih jauh lagi, meskipun kontrak menghasilkan hukum baru, terutama yang menjaga dan mengatur properti, seseorang dapat keluar dari kontrak kapan saja (kecuali pada saat genting), dan sekali lagi bebas seperti saat ia lahir.

Rousseau menyatakan bahwa pemerintahan apapun, dalam bentuk apapun, harus dipisah menjadi dua. Pertama Penguasa yang mewakili kehendak umum yaitu kekuatan legislatif. Kedua ialah pemerintahan yang melaksanakan atau yang disebut Eksekutif . Pemisahan ini harus dilakukan karena penguasa tidak bisa mengurus urusan tertentu yang membuatnya bertindak untuk kehendak tertentu bukan kehendak umum, seperti penerapan hukum. Maka pemerintahan harus terpisah dari tubuh penguasa.

Menurut Rousseau bahwa besar wilayah yang diperintah seringkali menentukan sifat pemerintahan. semakin besar suatu wilayah, semakin besar kekuatan yang harus dimiliki pemerintah untuk mengatur penduduk. Baginya pemerintah monarki mempunyai kekuatan terbesar karena hanya menggunakan sedikit kekuatan untuk dirinya sendiri, sementara itu menurut Rousseau demokrasilah yang terlemah. Secara umum, semakin besar birokrasi semakin besar kekuatan yang diperlukan untuk mendisiplinkan pemerintahan. Biasanya hubungan ini mengharuskan negara menjadi aristokrasi atau monarki. Penting untuk dicatat bahwa saat Rousseau berbicara tentang aristokrasi atau monarki, bukan berarti bahwa sistem-sistem tersebut bukanlah demokrasi seperti sekarang. aristokrat atau penguasa monarki dapat dipilih, seperti kabinet atau presiden sekarang. sementara itu, ketika Rousseau memakai kata demokrasi, ia merujuk ke demokrasi langsung daripada demokrasi representatif seperti negara-negara demokratik sekarang. Di antara ini semua, Rousseau berargumen bahwa, seperti Jenewa yang merupakan tempat kelahirannya, negara-kota kecil merupakan bentuk negara yang paling baik dalam menumbuhkan kebebasan. Untuk negara yang cukup besar sehingga memerlukan perantara antara rakyat dan pemerintah, aristokrasi terpilih mungkin lebih baik, dan di negara yang sangat besar penguasa monarki haruslah yang penuh dengan kebajikan yang cocok untuk memimpin.

Apakah bisa bentuk hukum pemikiran J J Rousseau diterapkan di Indonesia ?

Demokrasi menurut Rousseau diatas kiranya tidak mencerminkan pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang cenderung pasang surut dan terjadi 3 kali pergantian demokrasi dari Parlementer, terpimpin hingga Pancasila. Jumlah warga negara yang banyak, beraneka ragamnya pola budaya, dan tingginya kehidupan ekonomi merupakan masalah pokok dalam menerapkan kehidupan social dan politik dan demokratis. Masalah ini berkisar pada menyusun suatu sistem politik dimana kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi dan bangsa, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya dictator, yang bersifat baik, perorangan, partai ataupun dari militer

Demokrasi yang dipakai sekarang adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi pancasila ini secara resmi mengkristalkan di dalam UUD 1945  yang dipakai secara resmi mulai tahun 1965. Konsep demokrasi pancasila ini merupakan reaksi keras terhadap sistem demokrasi barat atau timur yang menurut pengamatan UUD 1945, diperkirakan tidak akan sesuai dengan Indonesia, melihat pengalaman dan praktik demokrasi di negara-negara asal.

Konsep demokrasi Pancasila mengutamakan musyawarah untuk mufakat, tetapi pemimpin tidak diberi hak untuk mengambil keputusan sendiri dalam hal “ Mufakat Bulat” tidak tercapai. Dalam demokrasi Rousseau rakyat sangat berperan penting dan berhak mengambil keputusan demi negara, akan tetapi pada masa orde baru hingga reformasi, rakyat hanya berhak berpatisipasi dalam pemilihan suara selanjutnya rakyat memiliki dewan perwakilan di Pemerintah. Kemudian semenjak tahun 2004, disini rakyat berhak dan telah bisa berpartispasi langsung dalam pemberian sebuah keputusan dimana dalam setiap pemilihan kepala pemerintahan, rakyat boleh langsung memilih lewat pemilihan suara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline