Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Dinasku di Pulau Terpencil demi Pengabdian

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa pada hari senin saya akan bangun pagi karena untuk bersiap-siap berangkat kerja ke kantor. Jam 04.00 wib, itu lah jam alarm yg saya setel untuk setiap senin pagi. Memang sih kelihatan nya pagi benar, tapi itiu waktu yang pas buat saya untuk bersiap-siap agar tidak kesiangan ke kantor. Jika hari selanjutnya, saya hanya menyetel alarm di waktu subuh, karena hari ini posisi saya tidak dirumah lagi, melainkan sudah disamping kantor. Karena saya sudah tidur di mess alias rumah dinas. Berikut alasan kenapa saya bangun jam 04.00 wib, itu karena perjalanan saya menuju kantor tempat saya dinas tidak dekat, jarak yang akan saya tempuh pada pagi hari itu adalah sejauh 60 Km lebih kurang (perjalanan darat), ini saya tempuh dengan mengandarai sepeda motor, setelah itu motor diparkir di pelabuhan dan melanjutkan kembali perjalanan melalui akses laut selama lebih kurang 45 menit. Ini kalau ombak nya tidak kuat, jika angin kencang dan ombak kuat kadang memakan waktu hingga lebih dari 1 jam. Setelah sampai di pulau tempat lokasi dinas saya, saya akan melanjutkan perjalanan darat sekitar lebih kurang 1,5 Km. Perjalanan tahap ke-3 ini mau tidak mau, suka tidak suka harus saya tempuh dengan jalan kaki. Lumayan sebagai latihan fisik yg sudah biasa saya lakukan setiap senin pagi 5 tahun terakhir ini. Karena ditempat dinas saya jarak nya yang jauh dari pelabuhan pulau ini, dan motor td sudah saya parkir sebelum melakukan perjalanan laut, maka itu lah yang menyebabkan saya harus berjalan kaki untuk menuju ketempat dinas td, tapi tidak masalah bagi saya. Meskipun sampai dikantor saputangan sudah basa untuk menyeka keringat, dan bajupun seperti orang mandi hujan. Namun yang menjadi permasalahan nya adalah, alangkah tidak adilnya pemerintah daerah yang mengangkat saya jadi pegawai, ketidak adilan itu terletak pada pemberian tunjangan daerah yang sama bagi semua pegawai. Baik bagi saya yang bertugas di pulau terpencil, maupun bagi pegawai-pegawai yang bertugas didalam kota. Bahkan pegawai kantor Pemko yang berada di samping Mall pun memiliki penghasilan yang sama dengan saya yang bertugas di pulau yang berjarak 2 jam perjalanan dari pusat kota. Saya sebagai seorang Guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), hanya terheran2 saja, melihat prilaku pemerintah setempat yang kurang peduli dengan nasib sesama pagawai pemerintah, apa lagi dengan rakyat????. Wallahu alam..

Terlebih terhadap sila ke-5 pancasila yg berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Sudah 5 tahun lebih saya pendam perasaan ini, akhirnya sekarang meletus juga perasaan ini untuk menyampaikan isi hati ini ke secarik kertas, dan sedikit coretan-coretan pahit. Tapi apa hendak dikata, pemerintah setempat tetap tidak mengakui daerah tempat tugas saya sebagai pulau terpencil, karena dari alasan nama administratif pemerintahan yang menggunakan nama Pemerintah Kota, otomatis satuan perangkat kerja daerah terkecil bernama Kelurahan, bukan Desa. Alangkah memberatkan betul nama Kelurahan ini bagi saya, dan saya kadang juga berfikir bahwa Otonomi Daerah itu tidak selalu mensejahterakan rakyat. Tapi itu semua tidak masalah demi Pengabdian, demi mencerdaskan anak bangsa di pulau-pulau. Untuk rakyat, pendidikan, dan masa depan Bangsa yang berada ditangan saya. Cieee... narsis dikit ya, boleh kan????? Hehehee...

Namun di satu sisi saya kadang juga merasa iri dengan program pemerintah pusat. Yaitu pemberian tunjangan sertifikasi guru yang sdh 2 kali tidak meloloskan saya, dgn memberikan persyaratan harus sdh jadi guru sejak undang-undang tentang pemberian sertifikasi dikeluarkan. Yaitu th 2005, sementara pada tahun tersebut saya baru wisuda, jadi otomatis saya tidak masuk persyaratan tersebut. Jika begini jadinya, sedikit banyak saya menjadi iri sama kawan-kawan sesama guru yg telah mendapatkan sertifikasi tersebut. Namun apa hendak dikata, saya hanya sebagai pegawai biasa dan guru terpencil yang hanya bisa berharap, berharap, dan berharap untuk menunggu giliran. Menjelang dapat giliran, walaupun saya sudah mengajar sejak th 2007 batin ini hanya bisa meratapi nasib, dan kadang timbul kenginan "Lebih baik sertifikasi guru dihapuskan saja", dari pada tidak adil. (sila ke-5 tadi).

Disamping itu, dgn nama administrasi Kelurahan tadi. Hal tersebut secara tidak langsung telah merugikan saya untuk mendapatkan tunjangan daerah terpencil dari Pemerintah Pusat. Jadi meskipun tempat tugas saya 2 jam perjalanan darat dan laut, tidak masuk kepada kategori pulau terpencil. Dengan alasan nama lokasi masih dibawah naungan Pemerintah Kota alias Kelurahan.

Semoga aja salah satu pembaca artikel perjalanan saya ini ada yang menjadi pegawai pemerintah pusat. Amiiinnn..

(Penulis: Fari Warman, S.Pd - Guru PKN SMA N 9 Batam)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline