Perkawinan sirri berasal dari bahasa Arab yaitu sirrun yang berarti apa-apa yang dirahasiakan atau apa-apa yang di yang disembunyikan dalam dirinya atau dalam jiwanya. Pengertian istilah kawin sirri dalam bahasa sehari-hari adalah perkawinan yang tanpa dicatatkan pada pegawai pencatat nikah, perkawinan ini dilakukan di depan modin atau kyai dengan dua orang saksi atau dapat diartikan perkawinan tanpa ikatan hukum formil yang berlaku.
Undang-Undang Perkawinan (UUP) dan peraturan perkawinan sebelumnya tidak mengatur perkawinan di bawah tangan atau perkawinan sirri. Istilah perkawinan dibawah tangan atau perkawinan sirri biasa digunakan masyarakat untuk orang-orang yang melakukan perkawinan tanpa prosedur yang diatur UUP.
Biasanya perkawinan dibawah tangan dilaksanakan berdasarkan agama atau adat istiadat calon suami atau calon istri. Secara agama dan adat, perkawinan tersebut sah namun secara hukum perkawinan tersebut tidak diakui secara resmi oleh negara.
Pada minggu ke-3, Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) program studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan posko 3 atas nama Taufiqi Hidayat dan Umar Faruq, pada hari senin tanggal 30 Agustus 2021, melaksanakan koordinasi dengan pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Larangan Kab. Pamekasan terkait dengan pendataan perkawinan di bawah tangan (Sirri) yang terjadi di Masyarakat di beberapa desa diantaranya Blumbungan, dan Duko Timur kecamatan Larangan. Tujuan dari kegiatan tersebut yaitu untuk mengetahui secara detail tentang proses pencatatan perkawinan sirri di KUA.
Problem yang terjadi di masyarakat yaitu kurangnya kesadaran masyarakat tentang dampak dari perkawinan sirri baik untuk pihak istri dan anak dari hasil pernikahan sirri tersebut. Istri tidak berhak mendapatkan nafkah dan harta gono-gini jika terjadi perceraian. Selanjutnya jika suami meninggal dunia maka istri tidak berhak untuk mendapatkan warisan dari suaminya. Anak yang sah berdasarkan UUP adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.
Perkawinan dibawah tangan adalah perkawinan yang tidak sah karena tidak dilakukan menurut agama dan kepercayaannya tersebut sehingga anak yang dilahirkan adalah anak di luar perkawinan. Anak ini hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Anak yang lahir di luar perkawinan tetap bisa mendapatkan akta kelahiran melalui pencatatan kelahiran dan hanya tercantum nama ibunya saja. Sebelum putusan MK, menurut pasal 43 ayat (1) UUP Kompilasi Hukum Islam anak tidak berhak mewarisi dari ayahnya karena anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.
Salah satu Pegawai KUA "Bapak Ghafir" menjelaskan bahwa "perkawinan sirri tidak bisa dilakukan pencatatan dikarenakan perkawinan sirri merupakan perkawinan yang tidak sah menurut undang-undang perkawinan (UUP) dan tidak diakui Negara". Untuk selanjutnya mahasiswa KKN-T menanyakan tentang bagaimana solusi bagi masyarakat yang telah melaksanakan perkawinan sirrih?
Bapak Ghafir juga menjelaskan bahwa jika masyarakat ingin mendapatkan pengakuan dari Negara tentang status pernikahannya, maka pasangan suami istri tersebut harus melapor kepada kantor urusan agama (KUA) setempat dan menyelesaikan seluruh adminitrasi yang berkaitan dengan perkawinan, namun pada kenyataannya banyak pasangan suami-istri yang tidak melaporkan tentang perkawinan sirri tersebut. Hal tersebut menjadi PR bagi Mahasiswa KKN-T program studi keluarga hukum islam (HKI) untuk mencari solusi agar masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan tentang perkawinan di bawah tangan (sirri), baik tentang status perkawinan, dampaknya serta hal-hal yang seharusnya masyarakat lakukan jika melaksanakan perkawinan sirri. (Umar Faruq & Taufiqi Hidayat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H