Lihat ke Halaman Asli

Usaha Tokoh Pejuang dalam Mempertahankan Integrasi Bangsa

Diperbarui: 3 September 2024   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Rose, 2013, pp. 38) 

Latar Belakang

Dalam mencoba mempertahankan integrasi bangsa, banyak tokoh-tokoh pejuang memain peran yang sangat penting dalam usaha tersebut. Tanpa mereka, tentunya akan lebih sulit untuk mempertahankan integrasi. Mereka merupakan tokoh influential dan mampu membawa orang lain untuk ikut membantu untuk menuju integrasi bangsa untuk bersama. Menurut Rangkuti, Integrasi nasional penting untuk dipertahankan karena.

  • Mempertahankan stabilitas politik

  • Mendorong perdamaian sosial

  • Pengembangan ekonomi

  • Penguatan identitas nasional

Tujuan Penelitan

  1. Mengerti kemampuan yang dipunya oleh tokoh-tokoh pemimpin Indonesia dalam mempertahankan integrasi bangsa pada tahun 19-an.

  2. Mengetahui kebijakan dan langkah-langkah yang diambil oleh tokoh-tokoh pemimpin Indonesia dalam mempertahankan integrasi bangsa pada tahun 19-an.

Hasil Penelitan

1. Soekarno

Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia yang dikenal juga sebagai sosok "penyambung lidah rakyat" dan pejuang yang tangguh (Hapsari & Adil, 2013, pp. 34). Soekarno lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901, merupakan putera pasangan Raden Sukemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno tinggal bersama Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto. Dari sini lah wawasan politik Soekarno mulai terbuka dan semakin terasah (Darmawan, 2023). Selama perjuangannya, Soekarno harus berkali-kali merasakan tinggal di balik jeruji besi. Namun, hal tersebut tidak mematahkan semangatnya untuk meraih kemerdekaan (Putri, 2023, pp. 3). 

Diberlakukannya sistem multi partai berdasarkan maklumat 3 November 1945, pada awalnya memberi peluang untuk menyampaikan gagasan mereka. Namun tidak jarang partai tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi atau segelintir orang. Ini menjadi pemicu awal dari persaingan antar partai untuk menduduki kabinet. Dalam masa pemerintahan demokrasi liberal tahun 1950 - 1959, tercatat sudah terjadi 7 kali pergantian kabinet (Akbar et al., 2023, pp. 631; Putri, 2023, pp. 3).

Respon pertama Presiden Soekarno pada tahun 1956 dengan mengungkapkan kembali gagasan Nasakom namun, adanya perbedaan signifikan antara komunis dan Islam (Putri, 2023, pp. 5-6). Pada puncaknya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Alasan pertama karena konstituante gagal dalam menyusun undang-undang dasar yang baru. Demokrasi Liberal dianggap gagal dan UUD 1945 kembali diberlakukan. (Akbar et al., 2023, pp. 631; Hapsari & Adil, 2013, pp. 34)

2. Mohammad Hatta

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline