Lihat ke Halaman Asli

Quo Vadis, Wahai Sang Penguasa?

Diperbarui: 9 Februari 2024   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://japanesestation.com/lifestyle/japan-fact/5-tempat-di-jepang-yang-menyajikan-keindahan-pemandangan-langit-malam

Ad vitam aeternam -- frasa Latin kuno yang berarti "untuk selamanya" -- terngiang di benakku saat aku termenung di bawah bayang-bayang tirani sang penguasa. Aku terlahir bukan untuk terjebak dalam siklus kerja tanpa henti, bagaikan budak dalam roda hamster yang tak berujung. Jiwaku mendambakan otium, waktu luang untuk merenungkan esensi kehidupan dan mengasah artes liberales, seni-seni mulia yang membebaskan jiwa dari belenggu keduniawian.

Sang penguasa, bagaikan Pharaoh yang kejam, menuntut corve tanpa kenal lelah. Ia tak ubahnya Moloch, dewa kafir yang haus akan tumbal keringat dan darah. Di manakah humanitas dan pietas yang digembar-gemborkan? Di manakah keadilan dan kesetaraan yang dijanjikan?

Non serviam! Aku bukan budak! Aku adalah manusia merdeka dengan animus liber, jiwa yang bebas. Aku takkan tunduk pada tirani dan penindasan. Aku akan terus menyuarakan vox populi, suara rakyat yang tertindas.

Veni, vidi, vici -- aku datang, aku melihat, aku akan menaklukkan. Ya, aku akan menaklukkan tirani dengan intellectus dan ratio, dengan kekuatan akal budi dan nalar. Aku akan membawa lux in tenebris, cahaya di tengah kegelapan.

Sic transit gloria mundi -- demikianlah kelamnya dunia. Namun, spes bona in rebus adversis -- harapan selalu ada di tengah kesulitan. Aku yakin, veritas et justitia akan selalu berjaya.

Memento mori -- ingatlah bahwa kematian akan datang. Sang penguasa takkan hidup selamanya. Sic semper tyrannis! -- demikianlah nasib para tiran.

Horas -- salam!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline