Lihat ke Halaman Asli

Penting Banget?

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau saja bukan karena kawan atau kerabat saya yang punya hajatan, saya memilih untuk tidak datang ke seremoni di gedung mewah. Alasannya mudah, di situlah saya melihat demokrasi dan kesetaraan dihancurleburkan. Pangkat dan kedudukan menjadi sebuah kemewahan tersendiri. Saya pernah datang ke sebuah acara yang juga dihadiri beberapa orang terkenal. Awalnya, saya yang biasa main gobak sodor langsung maju dan mencari tempat di depan sebelum ditahan orang berbaju seragam, "Pak, di sini buat tamu khusus dan kerabat. Undangan Bapak duduknya di situ." Akhirnya, saya rela duduk di belakang karena undangan yang saya bawa hanya undangan biasa. Sambil melihat 'orang-orang penting' berseliweran, kawan saya berbisik, "Orang-orang itu tersiksa banget kali ya kalau nggak disapa." Mungkin bukan hanya jika tidak disapa, tapi juga bila tidak ada yang berdiri ketika mereka datang, tidak ada yang mengantarkan masuk ke ruangan, menunjukkan tempat mereka, atau memberi jalan pintas untuk memotong antrean tamu yang ingin bersalaman dengan dua mempelai di pelaminan. Sialnya, semua tradisi itu dibudidayakan semacam arwana langka. Orang-orang memang mengambil jatah kesibukan untuk mengurutkan daftar orang penting untuk diterima, daftar orang yang cukup penting, lumayan penting, dan tidak penting sama sekali. Kursinya dipisahkan, makanannya dibedakan, pelayanannya diistimewakan, bahkan kalau perlu senyumannya pun sedikit dilebarkan sambil sok akrab dan penuh perhatian. Saya jadi berpikir skeptis. Jangan-jangan mereka yang diistimewakan itu setahun lalu masih jadi orang biasa yang rela mengantre dan sibuk menggerutu jika ada 'orang penting' datang. Jangan-jangan pula lima tahun lagi mereka juga akan kembali mengantre seperti semula. Lantas semua tersadar sebenarnya yang lebih penting itu orangnya, pribadinya, atau jabatannya dan popularitasnya. Di gedung-gedung mewah itulah sesungguhnya kesetaraan dijualbelikan, bahkan dianaktirikan. Beberapa kali juga saya temukan di rumah ibadah, 'orang-orang penting' disambut meriah dengan akses yang membuka shaf jamaah dengan membabi buta. Bisa jadi itu yang membuat saya kangen masuk ke masjid-masjid kampung yang lebih paham makna kesetaraan dan demokrasi dibandingkan gedung-gedung dan rumah ibadah mewah yang hanya bisa berkhutbah. Bisa jadi pula itu yang membuat saya tidak lagi kerasan dengan gaya urban yang memaksakan diri untuk hidup modern tapi masih rela berperilaku feodal. Suatu saat mungkin saya mesti berkhayal untuk bilang terus terang, "Dik, nanti kalau kita nikah, pestanya di rumah saja ya. Pakai karpet, biar semua tamu lepas sepatu dan duduk bersila."  Tapi, tiba-tiba saja ada yang bersuara, "Aduuh, penting banget sih." kamarkosong, oktober 2010 Tulisan asli ada di sini: - http://www.facebook.com/note.php?saved&&note_id=447293637420 - http://farranasir.multiply.com/journal/item/338/Penting_Banget




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline