Kehamilan merupakan fase kehidupan yang sangat dimuliakan dan dipandang sebagai salah satu bentuk karunia serta amanah dari Allah SWT. Di Indonesia terdapat sebuah tradisi syukuran yang dilakukan ketika usia kandungan mencapai tujuh bulan. tradisi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas kehamilan seorang ibu. Tradisi ini telah menjadi bagian dari adat istiadat di masyarakat, terutama di Jawa, dan sering kali diwarnai dengan ritual tertentu. Dalam Islam, tradisi semacam ini dapat dilakukan selama tidak bertentangan dengan syariat.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bersyukur atas nikmat Allah, termasuk kehamilan, tetapi dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama. Berikut pandangan Islam terkait tradisi ini:
1. Kegiatan yang Diperbolehkan dalam Syariat
Doa dan Zikir Bersama: Mengadakan acara syukuran dengan doa bersama untuk kebaikan ibu dan janin, memohon agar kehamilan berjalan lancar, dan anak yang lahir menjadi anak yang saleh/salihah.
Bersedekah: Membagikan makanan atau sedekah kepada kerabat, tetangga, atau fakir miskin sebagai wujud rasa syukur.
Pembacaan Ayat Al-Qur'an: Membaca Al-Qur'an, seperti Surah Maryam, Surah Yusuf, atau Surah Luqman, untuk memohon keberkahan bagi janin.
2. Kegiatan yang Harus Dihindari
Takhayul dan Kemusyrikan: Ritual yang mengandung unsur takhayul, syirik, atau kepercayaan yang tidak berdasar dalam Islam harus dihindari, seperti penggunaan jimat, mantra, atau ritual lain yang mengandalkan kekuatan selain Allah.
Keyakinan yang Keliru: Misalnya, anggapan bahwa tradisi tertentu dapat "menjaga" janin atau menolak bala, yang bertentangan dengan tauhid (keyakinan kepada Allah).
3. Hukum Melakukan Syukuran
Dalam Islam, syukuran semacam ini masuk kategori adat, bukan ibadah wajib. Hukum mengadakannya adalah mubah (boleh), asalkan: