Lihat ke Halaman Asli

Farouq Al Ghoribi

Santri yang hobi membaca dan seni

Cara Kami Memperingati Maulid Nabi

Diperbarui: 23 Oktober 2022   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi Gunungan (dokpri) 

Maulid Nabi, kalau orang Jawa menyebutnya "Muludan " merupakan suatu peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang diperingati setiap tanggal 12 Robiul Awal. Bagi orang Islam akan memperingatinya dengan menggelar acara seperti pembacaan sejarah Nabi, sholawat Al-Barzanzi ataupun dengan acara-acara lainnya.

Setiap daerah memiliki caranya masing-masing untuk memperingatinya. Begitupun yang ada di Dukuh Sukosari yang berada di Desa Kapuran, Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo. Masyarakat Sukosari memiliki cara unik dan mungkin tidak akan dijumpai di daerah-daerah yang lain.

Acara Maulid Nabi di Dukuh Sukosari diawali dengan bacaan sholawat Dzikir Maulud oleh orang-orang tua, termasuk para sesepuh (orang yang dituakan) di Mushola. Sholawatnya pun unik karena berbahasa Syiria campur Jawa dengan dinyanyikan menggunakan langgam khas Jawa zaman dahulu, seperti membaca tembang Macapat. Sholawat ini dinyayikan oleh para orang tua, dengan cara duduk berjajar membuat lingkaran, lalu dinyanyikan secara bersama-sama.

Sedangkan para pemuda, atau dalam bahasa Jawa disebut Sinoman, akan mempersiapkan "Gunungan". Gunungan terbuat dari batang pohon pisang yang sudah dihilangkan daunnya, lalu batang pisang tadi didirikan didepan Mushola, diikat menggunakan tali agar tidak ambruk. Kemudian ditusukkan dedaunan dan makanan-makanan ringan yang sudah di rentengi menggunakan bambu yang dibuat seperti tusuk sate, tapi lebih besar. Kalau dilihat dari kejauhan akan tampak seperti gunung, maka orang-orang menyebutnya Gunungan.

Gunungan yang sudah selesai akan didiamkan beberapa saat untuk menunggu aba-aba dari sesepuh. Setelah mendapatkan aba-aba. Kemudian masyarakat Dukuh Sukosari, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa akan berebutan mengambil makanan yang ada di Gunungan tadi. Tradisi ini disebut dengan tradisi "ngrayah gunungan".

Setelah gunungan diadakan juga tradisi rebutan uang koin yang disebarkan oleh sesepuh, tadisi ini disebut "ngrayah duwik". Kemudian pada tengah hari, kalau orang Jawa menyebutnya "wayah bedhug", diselenggarakan kenduri yang diikuti segenap lapisan masyarakat Sukosari.
Setiap rumah akan menyumbang satu tumpeng ke Mushola. Setelah kenduri selesai, tumpeng-tumpeng tadi akan dibagi secara merata kepada masyarakat, mulai anak-anak hingga orang dewasa akan kebagian.

Oh ya tidak lupa setiap acara Maulidan akan ada makanan khasnya, yaitu Klepon. Klepon adalah sejenis kue yang terbuat dari tepung yang dibentuk bulat dan didalamnya diisi dengan gula Jawa. Biasanya sebelum makan akan ditaburi dulu dengan parutan kelapa, selain untuk mengurangi teksturnya yang lengket, juga akan menambah rasanya yang nikmat. Klepon akan disajikan bersama dengan tumpeng pada saat kenduri.

Sore harinya orang-orang tua akan terus melanjutkan lantunan sholawat, jadi sholawat dilantunkan satu hari penuh. Malamnya, para ibu-ibu dan remaja putri yang akan melantunkan Sholawat Al-Barzanzi atau orang-orang menyebutnya dengan "Berjanjen" hingga tengah malam.

Itulah sekelumit informasi mengenai Tradisi Muludan yang diselenggarakan oleh kami masyarakat Sukosari. Apakah di tempatmu juga ada? Ceritakan di kolom komentar bagaimana cara masyarakat di desamu memperingati Maulid Nabi ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline