Indonesia, sebagai salah satu negara agraris terbesar di dunia, terus berupaya mencapai swasembada pangan untuk memastikan ketahanan pangan nasional.
Jika pada Era Orde Baru atau pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, ada program Bimas, Inmas, Supra Insus, Gema Palagung dan lain-lain. Program Ini sukses membawa Indonesia Berswasembada kedelai pada tahun 1984 dan swasembada beras pada tahun 1985.
Pada saat ini pemerintahan era presiden Jokowi juga komit dengan ketahanan pangan dimana salah satu langkah ambisius yang diambil pemerintah adalah melalui program food estate. Meski diilhami oleh niat mulia, program ini tidak luput dari kritik dan perdebatan terkait dampaknya terhadap lingkungan.
Food estate adalah program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan melalui pengembangan lahan pertanian besar-besaran. Fokusnya utamanya adalah pada tanaman pangan strategis seperti padi, jagung, dan kedelai.
Dengan luas lahan yang mencapai ribuan hektar, Food estate diharapkan dapat mengurangi ketergantungan negara terhadap impor Pangan.
Sejalan dengan ini kebijakan food estate atau program lumbung pangan nasional merupakan sebuah konsep yang terintegrasi dengan pertanian, peternakan dan perkebunan di suatu kawasan. Program ini dirancang untuk mempersiapkan ketahanan pangan Nasional dalam rangka merespon laporan Food And Agriculture Organization (FAO) mengenai ancama krisis pangan.
Tidak bisa dipungkiri food estate memiliki nilai plus terhadap ketahanan pangan, diantaranya:
Pertama: peningkatan produksi pangan
Program food estate diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan produksi pangan, mengurangi impor, dan menciptakan ketahanan pangan nasional.
Kedua: pemberdayaan petani
Dengan menyediakan lahan yang luas, Food estate memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong partisipasi mereka dalam pembangunan ekonomi.