Harga Komoditi Tanaman perkebunan seperti Karet, Pinang, Sawit, Kopi dan lain-lain di beberapa Daerah Di Indonesia terjun bebas. pada awal bulan Maret ini harga -- harga komoditi perkebunan turun drastis. Di kabupaten Pasaman, Sumatera Barat Misalnya, harga Karet anjlok hingga ke angka Rp. 6000,- sedangkan pinang biji berada dikisaran harga Rp. 2500 hingga RP. 3000,- per kg. begitu juga dengan sawit, beberapa pedagang sawit atau yang biasa disebut toke menyebutkan bahwa harga sawit anjlok di kisaran Rp. 500,- per kg dibanding harga sebelumnya.
Terkait dengan hal diatas banyak petani mengelukan bahwa punya ladang atau kebun sekarang bukan lagi jadi kebanggan. Beda halnya dengan dulu status social dipedesaan sangat ditentukan oleh luas kebun yang dimiliki. Terang saja punya areal seluas satu hektar dan ditanami tanaman perkebunan seperti karet, Kulit Manis, kopi dan lain-lain sudah bisa memenuhi kebutuhan hidup plus bisa menyekolahkan 1 atau 2 orang anak hingga ke perguruan tinggi. Hal ini tidak mengada -- ngada karena zaman dulu harga komoditi pertanian cukup tinggi. Beda dengan sekarang harga komoditi tanaman perkebunan terjun bebas sehingga secara psikologis punya lahan yang ditanami tanaman perkebunan bukan lagi suatu kebanggan.
Turunnya harga Komoditi Tanaman perkebunan ini cukup mempengaruhi Kondisi keuangan petani yang berpengaruh pula terhadap mengepulnya dapur rumah tangga. Disii lain biaya hidup semakin bertambah, biaya sekolah anak meningkat dan biaya untuk konsumsi juga naik pesat. Menilik situasi ini petani harus memutar otak agar dapur tidak terganggu ditengah rendahnya harga Komoditi perkebunan yang menjadi Tumpuan Hidup Petani. Salah satu caranya adalah dengan menanam Tanaman jangka pendek seperti Cabe rawit disela-sela tanaman perkebunannya. Tujuannya Ketika Harga komoditi perkebunan anjlok, Tanaman cabe rawit diharapkan mampu menutupi kebutuhan rumah tangga.
Komoditi Cabe Rawit ini dipilih karena Budidayanya mudah, toleran terhadap berbagai tipe dan ketinggian lahan. selain itu Tanaman Cabe rawit dapat dibudidayakan di bawah Kanopi disekitar Kawasan Hutan. artinya tanaman Cabe rawit dapat tumbuh baik di bawah atau di sela-sela tanaman berkayu seperti Kopi, Kulit manis, kakao, petai dan tanaman perkebunan dan kehutanan lainnya.
Terkait dengan hal diatas, Akhir-akhir ini tanaman cabe rawit " naik daun " dikarenakan Hilangnya "kebanggaan" terhadap tanaman perkebunan yang dipicu oleh murahnya harga komoditi tanaman perkebunan yang secara langsung berpengaruh terhadap pendapatan rumah Tangga tani. agar dapur tetap mengepul petani harus memodifikasi lahan tanaman perkebunannya. Modifikasi yang paling ideal adalah tidak dengan menebang tanaman perkebunan tapi dengan pola penjarangan dan ditempat yang dijarangkan tersebut di tanam tanaman jangka pendek seperti Cabe rawit.
pola tanam Cabe rawit di areal kawasan hutan dan perkebunan ini cukup meguntungkan terutama jika dikelola dengan konsep agroforestri. Faktanya di Jorong Air Abu Nagari Limo Koto, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman dari 100 batang tanaman cabe Rawit yang dibudidayakan bisa menghasilkan tambahan pendapatan Rp. 375.000,- per Bulan dengan hanya mengandalkan kompos kotoran kambing sebagai pupuk padat dan mol limbah sayuran dan buah ( sisa pasar ) sebagai pupuk organik cair. sedangkan pada lahan tanpa naungan ( kosong ) bisa mendatangkan keuntungan sebesar Rp 650.000 s/d Rp. 750.000,- per bulan dengan sedikit asupan pupuk kimia ( hasil survey kegiatan Rantai Nilai IPDMIP, Di DI ( Daerah Irigasi ) Batang Petok, 2021 ) ). Bertitik tolak dari keunggulan potensi cabe rawit diatas, sudah selayak nyalah petani membudidayakan tanaman cabe rawit sebagai Tanaman sela diantara tanaman perkebunan sebagai alternatif usaha pendongkrak ekonomi keluarga. sehingga tidak salah disematkan ungkapan, Cabe Rawit untuk kesejahteraan petani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H