Lihat ke Halaman Asli

Farkhan Abdurochim Alfarauq

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Organisasi Extra Kampus: Militansi atau Relasi?

Diperbarui: 12 September 2023   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perguruan tinggi bukan hanya tempat untuk mengejar gelar akademik, tetapi juga sarana untuk mengembangkan diri secara holistik. Salah satu cara yang efektif untuk mencapai perkembangan holistik ini adalah melalui berpartisipasi dalam organisasi ekstrakampus. Organisasi ekstrakampus, atau sering disebut sebagai organisasi mahasiswa, adalah wadah di mana mahasiswa dapat belajar, berkembang, dan berkontribusi pada masyarakat di luar lingkungan akademik. 

Pengembangan keterampilan interpersonal sangat dominan dalam organisasi. Terlibat dalam organisasi akan membawa mahasiswa untuk bekerja dalam tim, berkomunikasi efektif, dan membangun hubungan sosial yang kuat. Mereka belajar menghargai perbedaan pendapat, mengatasi konflik, dan membangun kolaborasi yang produktif. Keterampilan ini tidak hanya bermanfaat dalam lingkungan kampus, tetapi juga dalam kehidupan profesional di masa depan. Kemampuan untuk berinteraksi dengan beragam individu dan beradaptasi dengan berbagai situasi adalah keterampilan yang sangat dihargai di dunia kerja. 

Akan tetapi pada praktiknya organisasi kampus kerap menemui suatu peristiwa luar biasa yang mengakibatkan gesekan dengan organisasi lain yang memiliki kepentingan berbeda. Hal ini kerap menimbulkan suatu fenomena militansi organisasi extra kampus. Militansi sendiri dalam KBBI memiliki arti "ketangguhan dalam berjuang", hal tersebut sering diartikan oleh mahasiswa sebagai sikap total berjuang membela apa yang ia yakini benar atau secara subjektif. Akibat dari hal tersebut, banyak dari mahasiswa melupakan arti dari mahasiswa yang seharusnya berpikir kritis dan mengutamakan diskusi akademik dalam menyelesaikan suatu persoalan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sikap militansi salah kaprah ini membawa pada keributan atau bentrok pihak yang berbeda kepentingan, bahkan pada tahap nepotisme dimana ketika ada salah satu kader menjabat posisi penting maka akan mengambil anggota atau mengundang narasumber hanya dari golongan sepihak atau satu warna. Hal ini tentu akan menutup kesempatan bagi mahasiswa yang berasal dari organisasi lain bahkan akan amat terasa bagi mahasiswa abu abu (yang tidak memiliki organisasi).

Tentu militansi bukan hal yang salah jika mengarah pada dialog yang konstruktif. Terlalu banyak militansi tanpa pemahaman yang mendalam tentang isu-isu yang dihadapi atau tanpa pendekatan yang tepat dapat menghasilkan ketegangan, konfrontasi yang merugikan, dan bahkan kekerasan. Militansi yang berlebihan dapat memicu polarisasi di kalangan mahasiswa dan menghalangi dialog yang konstruktif.

Jangan sampai organisasi extra kampus dimaknai oleh masyarakat awam sebagai organisasi yang tidak penting dan mengutamakan kekerasan. Seharusnya organisasi extra kampus menjadi wadah memperluas relasi dan pengembangan diri. Mahasiswa sebaiknya melihat berpartisipasi dalam organisasi ekstrakampus sebagai bagian dari pengalaman perguruan tinggi mereka memperluas pengalaman dan relasi, karena hal ini tidak hanya membantu mereka tumbuh sebagai individu, tetapi juga memberikan dampak positif pada dunia di sekitar mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline