Lihat ke Halaman Asli

Agen79

Pencari Senja

"surgo nunut neroko katut"

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang dilihat secara sosial dan budaya. Beberapa anggapan yang memojokkan kaum perempuan dalam konteks sosial ini menyebabkan sejumlah persoalan. Sejak dulu banyak mitos-mitos yang menjadi penyebab ketidakadilan gender, misalnya laki-laki selalu dianggap bertindak berdasarkan rasional, sedangkan kaum perempuan selalu mendahulukan perasaan. Atau perempuan itu sebagai ’surgo nunut neraka katut’, perempuan itu sebagai konco wingking (teman di belakang) berfungsi 3 M (masak, macak, manak), meskipun M manak masih harus dipertahankan. Disamping itu juga ada anggapan bahwa pantangan bagi laku-laki untuk bekerja di dapur untuk memasak, mencuci maupun melakukan kegiatan rumah tangga karena rejekinya akan seret atau malah cupar

Kebanyakan mitos akan menguntungkan kaum laki-kali dan merugikan kaum perempuan. Semua contoh di atas sebenarnya disebabkan karena negara Indonesia menganut hukum yang berdasarkan kekuasaan ada pada garis bapak. Ini menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak di dalam keluarga dan ini berlanjut pada dominasi laki-laki dalam lingkup kemasyarakatan lainnya. Hukum ini adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, dalam pemerintahan, militer, pendidikan, industri, bisnis, perawatan kesehatan, iklan, agama, dan lain sebagainya.

Selain hukum di atas, ketidakseimbangan gender juga disebabkan karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang memiliki modal besar itulah yang menang. Hal ini mengakibatkan laki-laki yang dilambangkan lebih kuat daripada perempuan akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar. Manifestasi ketidakadilan gender tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap, yang mengakibatkan ketidakadilan tersebut merupakan kebiasaan dan akhirnya dipercaya bahwa peran gender itu seolah-olah merupakan kodrat dan akhirnya diterima masyarakat secara umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline