Lihat ke Halaman Asli

Fariza

Mahasiswa FST UIN Walisongo Semarang

Relevansi Agama Dengan Tradisi Ruwatan Rambut Gimbal Wonosobo

Diperbarui: 13 Desember 2021   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Islam masuk ke Indonesia setelah Hindu dan Buddha sekitar abad ke-13. Yang mana proses masuknya Islam  tidak bisa lepas dari pengaruh corak Hindu-Buddha. Meskipun demikian, perkembangan Islam Nusantara begitu pesat dan cepat, serta  mengalami  proses yang berkaitan langsung dengan berbagai  kehidupan sosial masyarakat. Salah satunya adalah tradisi dan budaya.

Tradisi dan budaya Indonesia dengan pengaruh Hindu-Buddha mendorong terjadinya akulturasi budaya yang  melahirkan banyak  budaya baru di kalangan masyarakat Indonesia. Dengan demikian Indonesia dikenal kaya akan budaya dan adat istiadat pada setiap wilayah Nusantara. Salah satunya adalah Wonosobo. Wonosobo dikenal sebagai kota dingin yang ada di provinsi Jawa Tengah. Di Wonosobo sendiri ada banyak tradisi, budaya dan adat istiadat yang masih dilakukan hingga saat ini.

Ruwatan rambut gimbal ini merupakan  salah satu dari sekian banyak  tradisi yang ada dan salalu dilestarikan oleh masyarakat Wonosobo. Tradisi ini merupakan upacara  pemotongan rambut gimbal pada anak-anak yang mempunyai rambut gimbal agar rambut gimbal tersebut tidak tumbuh kembali.

Tidak semua anak-anak di Kabupaten Wonosobo memiliki rambut gimbal. Anak-anak yang memiliki rambut gimbal biasa disebut sebagi anak sukerta. Anak sukerta adalah anak yang harus diruwat karena dipercayai bahwa anak tersebut akan menghadapi kesusahan di masa yang akan datang. Dan juga dipercaya sebagai anak keturunan leluhur Wonosobo yang merupakan orang pertama yang mempunyai rambut gimbal yaitu Kyai Kolodete yang harus dijaga.

Rambut gimbal ini tidak tumbuh sejak si anak lahir. Namun pada umumnya tumbuh dari usia dua hingga enam tahun. Tumbuhnya pun disertai dengan demam tinggi hingga kejang-kejang yang tak kunjung sembuh meskipun sudah mendapatkan perawan dan ini berlangsung sekitar satu hingga dua Minggu.

Prosesi ruwatan rambut gimbal ini pun bisa dibilang unik. Pemotongan rambut gimbal ini harus dari permintaan si anak, kalau si anak belom bersedia  diukur tapi cukur sudah dilakukan tanpa ruwatan, maka rambut gimbal anak  tersebut akan tumbuh lagi dengan gejala yang sama.  Mengabulkan permintaan si anak yang terkadang permintaan anak tersebut diluar nalar orang tuanya, seperti telur bebek satu ember, beras satu baskom dan lain lain,  juga merupakan syarat wajib pelaksanaan ruwtan.  Selain itu  juga harus ada semacam sesaji dengan filosofinya sendiri. Salah satunya adalah bucu robyong atau tumpeng yang dilengkapi dengan tusukkan jajanan pasar yang nantinya akan dimakan oleh orang-orang yang hadir dalam upacara tersebut. Air dan daun dadap serep, keduanya digunakan untuk meletakkan rambut gimbal yang sudah dipilih. Selanjutnya adalah payung yang mna dianggap sebagai bentuk perlindungan kepada Tuhan.

Namun pada dasarnya prosesi ruwatan ini dijalankan dengan  ketentuan tradisi yang sudah dijalankan secara  turun temurun sejak nenek moyang. Dengan tanpa sedikitpun menghilangkan hukum-hukum agama dari masing-masing kepercayaan masyarakat setempat. Hukum agama yang selalu diutamakan dalam tradisi ini tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun dan alasan apapun karena ini merupakan pedoman hidup setiap manusia. Apapun agama yang dianut oleh masyarakat itu yang akan menjadi pedoman.

Toleransi dalam pelaksanaan tradisi ruwatan rambut gimbal ini pun selalu dijunjung tinggi oleh setiap masyarakat yang tergabung dalam pelaksanaan tradisi ini. Maka dari itu sejatinya prosesi tradisi ruwatan rambut gimbal ini tidak bertentangan dengan ajaran  agama masyarakat Wonosobo.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline