Lihat ke Halaman Asli

SBY Negarawan

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menyimak pidato SBY mungkin kita semua kecewa sebagai rakyat atau bahkan sebagai konstituen yang telah mengantarkannya pada kursi RI-1. Akan tetapi jujur saya akui mungkin saya termasuk orang yang tidak suka dengan bapak yang satu ini karena beberapa hal yang mungkin sebagian dari kita turut melihat dan merasakannya.

Kembali lagi pada substansi pidato SBY, secara objektif saya nyatakan bahwa pidato SBY sangat baik dan menunjukkan sifat kenegarawanannya. Kita jangan memandang isi pidato SBY secara subjektif (like or dislike). Jika kita selami pidato tersebut benar-benar tepat, menurunkan tensi yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Kita ini bangsa yang beradab bukan bangsa bar-bar yang mengedepankan naluri hewaniah untuk saling memangsa. Pemilihan realitas verbal dan realitas numerikal yang disampaikan dalam pidato cukup beralasan logis dan argumentatif bahkan  disertai disertai pertimbangan SWOT yang sangat mendalam, menurut hemat saya.

Yang patut kita acungi jempol, dengan latar belakang militer, seorang SBY dapat memposisikan dirinya sebagai seorang sipil dalam menyikapi masalah ini. Dan kita yang sipil bahkan seolah merasa militer, padahal pegang bedil pun belum tentu benar. Berbicara konfontasi militer dengan Malaysia, akan sangat anakronis jika konfrontasi militer di dijadikan instrumen akhir dari diplomasi tetapi harus ditekankan objek paling penting dalam diplomasi adalah untuk mencegah konfrontasi militer. Seandainya ini terjadi antara Indonesia dengan Australia maka cukup beralasan jika kita katakan SBY pengecut. Kenyataannya ini antara Indonesia dan Malaysia tidak tepat jika mengatakan SBY pengecut karena memang tidak alasan yang kita takuti dari Malaysia. Ini malah menunjukkan kebesaran jiwa dan kebijaksanaan bangsa kita. Namun memang kita akui SBY memang lambat dalam mengambil sikap dan keputusan serta lebih responsif terhadap hal yang populer ketimbang yang strategis dan urgen. Hari ini kita belajar bahwa yang terlambat itu belum tentu buruk meskipun terlambat itu selalu dicemooh dan dihujat.

Objektif itu memang sulit, sekalipun tidak suka atau bahkan seorang musuh. Jika kita objektif tentu kita sanggup melihat kesalahan pada teman/barisan/kelompok/gerbong atau bahkan pada diri kita sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline