Lihat ke Halaman Asli

Untuk Menghadapi Masa Depan, Kita Butuh Pemimpin Transformasional, Bukan Tiran!

Diperbarui: 24 Desember 2023   23:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

Karena perkembangan teknologi, banyak perubahan yang terjadi secara cepat. Saat ini, mungkin kita bisa melihat tren A, kemudian berubah lagi menjadi B, lalu berganti menjadi C dalam kurun waktu tidak sampai tiga bulan. Mau tidak mau, hal ini tidak bisa dihindari karena teknologi memang mempercepat terjadinya perubahan.

Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi pemimpin. Mereka dituntut untuk bisa memimpin orang-orang di zaman dengan VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity) yang tinggi.

Mengapa Kita Perlu Pemimpin Transformasional?

Sederhananya, kita perlu pemimpin transformasional sebagai nahkoda bagi kehidupan kita. Ibaratnya, pemimpinnya adalah nahkoda, orang yang dipimpin adalah awak kapalnya, kehidupan/organisasi adalah kapal, dan ketidakpastian zaman adalah lautan "buas".

Seorang nahkoda yang ulung bisa mengatasi laut yang "buas" dan mengantarkan kapal beserta awaknya ke tempat tujuan. 

Tanpa adanya pemimpin transformasional, kehidupan di bidang apa pun, baik itu secara individu, kolektif, bahkan perusahaan/organisasi bisa karam karena "dimakan" oleh "buasnya" lautan bernama ketidakpastian.

Seperti Apa Pemimpin Transformasional di Mata Penulis?

a. Adaptif

Seorang pemimpin transformasional pastinya wajib punya sifat adaptif karena jika tidak mampu beradaptasi, apalagi di zaman yang penuh ketidakpastian, maka risikonya sangat tinggi, baik itu untuk pemimpin, mau pun orang yang dipimpinnya.

Beradaptasi yang dimaksud penulis di sini termasuk memakai teknologi baru, bekerja dengan generasi yang lebih tua atau lebih muda dari mereka, dan menyesuaikan dengan aturan dari regulator (pemerintah).

b. Empati

Hal ini yang tidak dimiliki oleh tiran atau "bos", yaitu empati. Seorang pemimpin transformasional bisa berempati dengan lingkungna sekitar mereka, terutama kepada orang yang mereka pimpin.

Tanpa adanya empati, seorang pemimpin akan beranggapan bahwa orang yang mereka pimpin itu ada hanya untuk disuruh saja atau menjadi batu loncatan karir. Tentunya kita tidak mau punya pemimpin seperti itu bukan?

c. Teladan

Rasanya percuma kalau hanya bisa berucap, tetapi tidak bisa melakukannya. Bahkan terkadang orang bermental bos suka memberi target atau permintaan yang tidak sesuai dengan SMART goals (specific, measureable, achieveable, relevant, time-based), padahal belum tentu mereka bisa mengerjakan hal tersebut atau tidak tahu proses untuk mencapai tujuannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline