R (nama samaran) adalah pemuda yang saat ini berumur 24 tahun 6 bulan. Ia sedang mengenang hal yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.
Tiga kursi kayu satu meja. Dua kursi sejajar. Satu kursi menghadap dua kursi dibatasi meja kayu.
"Berikutnya." Pengumuman dari wali kelas.
R duduk di sebelah kiri. Papa duduk di sebelah kanan. Di papan tulis tertera nama siswa yang mendapat ranking 1 sampai ranking 10. Ruang kelas berada di lantai 2. Tidak ada nama saya di sana.
R melirik ke arah papa. Papa tidak berkata apa-apa.
"R berada di urutan 34 dari 37 siswa. Jika saat ini adalah penerimaan rapor kenaikan kelas, maka R tidak naik kelas."
Itu puncak dari penjelasan dari beragam penjelasan guru saat penerimaan rapor sementara saat R duduk di kelas IX semester pertama.
Kepala menekuk, tertunduk lesu. R tidak berani lagi melirik ke kanan atau kiri. Tidak berani menatap wajah guru apalagi wajah papa. Hanya lantai kelas saja yang ia bisa tatap.
Sama seperti waktu penerimaan rapor saat SD atau pun SMP, kalau papa yang mewakili orang tua, papa selalu ingin buru-buru. Tidak ingin menerima penjelasan ini itu dari bu guru. Papa adalah orang yang to the point, terima rapor, lalu pulang.
Pertama kali R merasakan ranking 3. Bukan ranking 3 dari depan. Tapi ranking 3 dari belakang.
Waktu SD, R mengikuti klub renang, bahkan ikut lomba di berbagai tempat. Saat SMP, R berpindah haluan. Ia bergabung dengan klub sepak bola dan berlanjut sampai SMA.