Lihat ke Halaman Asli

Malaikat Gelandangan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mau ku sederhana..

Ingin tahu apa sebab tuan tahu-tahu tersipu malu-malu

Dulu bicaramu menggebu, berbau

Tangan basahmu salami ibu-ibu satu-satu

Lalu namamu tinggi meninggi dan meninggi lagi

Sejajar poros matahari siang hari

Poros yang boros-boros menakuti kami

Awan pun menengadah agar bertemu wajahmu

Menengadah.. dulu seringmu menunduk hampir rukuk

Di penghujung rindu, rinduku, rindu ibu-ibu

Lalu kau datang menyapa, lewat layar yang menyala

Layar ini kau yang nyalakan, janjimu, mimpiku terkabulkan

Tangan halusmu muncul dibalut perhiasan

Aku belum pernah tau bentuk perhiasan

Tapi ibu ku pasti tau, pasti pernah tau

Aku tak tau jenis apa yang kau kenakan

Tapi pasti mahal, ia menyala terang

Bajumu garis putih hitam

Kau kini bukan hanya matahari,  kau perpaduan siang malam

Setelah itu kau terpaku di singgasana sederhana

Betapa dermawan!

Kau tanggalkan istana awan

Lalu orasi di depan kerumunan

Kini, kau pasti malaikat umat akhir zaman

Kemudian rumah, harta, benda, tahta, jiwa raga semua

Cuma-cuma kau berikan pada Negara

Betapa mulia!

Bayaranmu untuk tarif inap di segubuk ruang

Hanya ruangan kecil, berpagar besi, berkasur tikar

Kau bosan jadi malaikat, kau menjelmakan roh gelandangan

Dengan segala kemuliaan sosokmu

Aku masih tabu

Apa nasib ibu-ibu yang dulu begitu mencintaimu

Lebih dari cinta ibuku pada ibu ibuku

Apa aku malu karna terlalu tak tahu malu

Atau aku terlalu tak tahu menahu

cilegon, 2013




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline