PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber bahan baku minyak nabati yang banyak dibudidayakan di wilayah Sumatera dan Kalimantan dan usia produktif tanaman kelapa sawit di atas 6 tahun. Kelapa sawit menjadi komoditi
yang banyak menguntungkan negara untuk menambah pemasukan devisa negara serta menjadi sumber pekerjaan petani lokal (Syahril, 2022). Hal ini dibuktikan dengan produktivitas kelapa sawit dalam 1 ha menghasilkan 7 ton minyak. Rata-rata pertumbuhan minyak kelapa sawit dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4,18% per tahun (Nasution, 2022). Menurut data BPS di tahun 2019 Indonesia mengekspor olahan minyak kelapa sawit meningkat sebesar 5% pada periode tersebut. Namun ada berbagai hambatan dalam pengembangan kelapa sawit. Salah satu kendala dalam pengembangan kelapa sawit adalah adanya OPT (organisme pengganggu tanaman) yang terdiri dari hama, mikroba dan gulma. Serangan hama pada tanaman kelapa sawit dapat menyebabkan penurunan produksi bahkan kematian tanaman (Nasution dkk, 2021). Penurunan jumlah produksi kelapa sawit akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 40% atau sekitar 6,4 ton/ha (Turnip 2021) Hama dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan. Jenis kerusakan hama dapat berakibat langsung pada komoditas, seperti serangan pada buah, daun, batang dan akar. Hama dapat menyerang tanaman mulai pembibitan, tanaman belum menghasilkan (TBM) hingga tanaman menghasilkan (TM) dimana daya rusak masing-masing hama berbeda satu sama lain (Widians 2020).
Salah datu hama yang rentan menyerang tanaman kelapa sawit adalah tungau merah. Tungau merah (Tertacnychus bimaculatus) merupakan hama yang menyerang bagian daun pada tanaman sawit. Hama ini berkembang pesat dan membahayakan dalam keadaan cuaca kering pada musim kemarau, namun intensitas serangannya akan berkurang pada musim penghujan. Hal tersebut dikarenakan tungau merah ini tidak meyukai tempat yang terlalu lembab. Tungau merah ini sering dijumpai di sekitar tulang anak daun dan mengisap cairan daun pada tanaman sawit. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang tepat untuk menanggulagi hama tungau merah ini agar tumbuh kembang serta produktivitas tanaman kelapa sawit tidak terganggu.
PEMBAHASAN
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat menjanjikan mengingat kebutuhan pasar global akan minyak nabati terus meningkat. Oleh karena itu perlu ada berbagai upaya yang dilakukan guna mengingkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit. Produktivitas kelapa sawit sangat bergantung kepada penyiapan bibit yang pertumbuhannya baik, dengan pemeliharaan yang intensif maka akan diperoleh bibit yang baik juga, diantaranya seperti persiapan media, penyiraman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit (Cahya dkk 2019). Hama yang rentan menyerang kelapa sawit adalah tungau merah. Tungau merah menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan. Namun intensitas serangannya paling banyak terjadi pada fase pembibitan. Pada fase pembibitan apalagi pada musim kemarau serangan tungau merah ini sangat berbahaya dikarenakan dapat mengakibatkan rusaknya bibit kelapa sawit. Hama tungau merah dapat berkembang pesat dan membahayakan dalam keadaan cuaca kering pada musim kemarau (Turnip 2021)
Tungau merah adalah hama yang menyerang pada bagian bawah daun dengan gejala adanya bercak seperti tepung putih pada bagian bawah daun bibit kelapa sawit, dan menimbulkan warna bercak hitam pada bagian atas permukaan daun. Hama ini menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan yang ada di daun, termasuk klorofil, sehingga membuat daun terluka. Luka akibat serangan hama tungau merah menimbulkan bercak pada daun dan daun menjadi kuning/coklat kehitaman (Lumbantobing,dkk 2023). Serangan hama ini menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis pada daun bibit kelapa sawit, secara umum serangan tungau merah dapat menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia daun, serta komposisi buah. (Pramudianto dan Kurnia Pramita Sari., 2016) Selain itu juga menyebabkan daun berlekuk, pada serangan berat dapat menyebabkan daun menjadi rontok (Pebriani et al., 2018).
Berbagai dampak yang dapat ditimbulkan oleh serangan hama tungau merah ini tentunya sangat merugikan bagi petani sawit sendiri. Oleh karena itu perlu adanya teknik pengendalian guna menekan serangan hama tungau merah ini. Beberapa teknik pengendalian secara biologi. Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami (predator) yang ada di alam. Predator alami tungau merah diantaranya Larva Orius insidiosus (Say), trips Scolothrips takahashii, Lepto Thrips, dan larva Lacewing, C. Predator lainnya seperti Orius minutus, Coccinellla septempunctata, Stethorus gilvifrons, dan Stethorus punctillum dinilai sebagai agen hayati yang potensial (Sari, K. P. 2016).
Selain pengendalian secara biologi dapat juga dilakukan pengendalian secara kultur teknis . Pengendalian secara kultur teknis merupakan pengendalian agronomik yang secara umum bertujuan untuk mengelola lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan pembiakan hama (Rahmad, dkk 2017). Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan dengan cara menanam varietas unggul seperti varietas Tenera, Varietas D x P AAL Lestari, dll. Selain itu melakukan pemeliharaan tanaman dengan irigasi yang optimal dan pemupukan, mengurangi kondisi berdebu di kebun melalui penyiraman dan mempertahankan penutup tanah dengan cara menggunakan tanaman LCC (legume cover crop), terutama pada musim panas untuk mencegah tungau naik ke pertanaman.
Pengendalian secara kimia dengan menggunakan berbagai jenis insektisida. Pengendalian hama tungau merah dapat dilakukan dengan aplikasi akarisida seperti Challenger, Ortus, Vertimec dan Delmite, karena efek samping terhadap predator lebih rendah atau bahkan dapat diabaikan sehingga predator alami tungau merah tidak ikut mati. Pada penelitian lain, menyatakan bahwa penerapan beberapa akarisida dapat mengurangi populasi Tungau merah di lapangan secara drastis (Sari, K. P. 2016). Pengendalian hama secara kimia menggunakan beberapa jenis pestisida seperti decis2,5 EC, Sherpa 50 EC, ripcord 5 EC, matador 25 EC, lanate 25 WP, amitras, deltha metrin dan sevidol 4/4G juga efektif untuk mengandalikan tungau merah (Turnip 2021). Aplikasi penyemprotan insektisida dilakukan pada interval 5-10 hari sekali. Penyemprotan insektisida dilakukan di bagian bawah daun tanaman, hal tersebut supaya terjadi kontak antara insektisida yang diaplikasikan dengan tungau sebanyak mungkin, karena sisi bawah daun merupakan tempat berkumpulnya tungau merah.
KESIMPULAN
Tungau merah menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan dan serangan nya sangat merugikan produktivitas sawit. Cuaca kering dan panas mendukung reproduksi dan kelangsungan hidup tungau merah. Serangan tungau merah pada tanaman kelapa sawit menyebabkan klorosis dan kehilangan area fotosintesis, bahkan serangan yang parah dapat mengakibatkan kematian tanaman, bergantung pada intensitas serangan, lama serangan dan umur tanaman. Oleh karena itu berbagai tindakan yang dilakukan untuk pengandalikan OPT kelapa sawit diantaranya menggunakan, pengendalian secara biologi, pengendalian secara kultur teknis dan pengendalian secara kimiawi. Dari berbagai upaya pengendalian hama tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit dan meminimalisir kerugian karena serangan tungau merah.