Penulis : Faris Romansa Wicaksono dan Sundahri FAPERTA UNEJ
email : sundahri.faperta@unej.ac.id
Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting di Indonesia. produksi kedelai di Indonesia masih belum mencukupi permintaan dalam negeri sehingga Indonesia masih mengimpor kedelai setiap tahunnya. Kebutuhan kedelai tahun 2015 mencapai 2.246 juta ton, sementara produksi hanya mencapai 780 juta ton, sehingga Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 1.466 juta ton. Produksi kedelai di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor selain adanya factor lingkungan dan genetic produksi kedelai juga dapat dipengaruhi oleh serangan hama penyakit. Rendahnya produktivitas sektor pertanian, termasuk produksi kedelai, juga berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, serangan hama dan penyakit pada tanaman kedelai dapat memperparah kondisi produksi kedelai di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, petani dapat melakukan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu aspek penting dalam pertanian modern. Salah satu metode pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan adalah pengendalian hayati. Pengendalian hayati menggunakan mikroba sebagai agen pengendalian hayati yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman. Salah satu jenis mikroba yang banyak digunakan adalah bakteri Bacillus thuringiensis (Bt). Bt menghasilkan toksin kristal protein (cry protein) yang dapat membunuh hama tanaman seperti ulat, kumbang, dan belalang. Bt telah digunakan secara luas sebagai agen pengendalian hayati pada berbagai tanaman, termasuk kacang kedelai. Kacang kedelai adalah salah satu komoditas penting di Indonesia. Tanaman kacang kedelai rentan terhadap serangan hama seperti ulat grayak (Spodoptera litura) yang dapat menyebabkan kerugian pada hasil panen.
Ulat grayak, yang juga dikenal sebagai Spodoptera litura, adalah serangga hama yang dapat menyebabkan kerugian serius pada tanaman kedelai, diantaranya berupa : (1) Pengurangan hasil panen: Ulat grayak dapat merusak bagian atas tanaman kedelai, termasuk daun, tangkai bunga, dan polong yang dapat mengurangi luas permukaan daun yang aktif untuk fotosintesis dan menghambat pertumbuhan polong. Akibatnya, tanaman kedelai yang terinfestasi oleh ulat grayak dapat mengalami pengurangan hasil panen yang signifikan. (2) Penurunan kualitas biji kedelai: Ulat grayak dapat menggigit polong dan biji, menyebabkan kerusakan fisik seperti lubang atau goresan. Selain itu, ulat grayak juga dapat menginfeksi tanaman dengan patogen penyakit, yang dapat mempengaruhi kualitas biji kedelai. (3) Penyebaran penyakit: Ulat grayak dapat bertindak sebagai vektor atau pembawa patogen penyakit. Mereka dapat membawa spora atau bakteri penyebab penyakit dari tanaman yang terinfeksi ke tanaman kedelai yang sehat, menyebabkan penyebaran penyakit dalam populasi tanaman. (4) Penurunan daya tahan tanaman: Serangan berulang oleh ulat grayak dapat melemahkan tanaman kedelai secara keseluruhan. Tanaman yang mengalami kerusakan berulang akibat serangan hama dapat menjadi lebih rentan terhadap serangan penyakit lainnya atau faktor lingkungan yang merugikan, seperti kekeringan atau serangan hama lainnya.
Penggunaan Bt sebagai agen pengendalian hayati dapat menjadi alternatif yang efektif untuk mengendalikan hama tanaman kacang kedelai. Pengendalian hayati merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama pada tanaman. Salah satu metode pengendalian hayati yang dapat digunakan adalah penggunaan mikroba, diantaranya dengan menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis pada tanaman kacang kedelai.
A. Mikroba Bacillus thuringiensis
Bacillus thuringiensis (Bt) adalah salah satu jenis bakteri yang umum digunakan sebagai agen pengendalian hama pada tanaman. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk memproduksi toksin yang bersifat spesifik terhadap serangga pengganggu tanaman. Toksin yang dihasilkan oleh Bt bekerja dengan cara mengganggu sistem pencernaan serangga, sehingga serangga tersebut mati karena tidak dapat mencerna makanannya dengan baik. Kristal protein ini, yang dikenal sebagai delta-endotoksin, dapat membunuh serangga target tanpa memberikan dampak negatif yang signifikan pada lingkungan. Pada kedelai, serangga penggerek seperti larva ulat tanah (Agrotis spp.), ulat grayak (Helicoverpa spp.), dan ulat kantung (Spodoptera spp.) dapat menyebabkan kerusakan serius pada tanaman. Salah satu metode pengendalian yang efektif adalah menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis yang menghasilkan delta-endotoksin yang spesifik terhadap serangga-serangga tersebut.
B. Penggunaan Bacillus thuringiensis pada Tanaman Kacang Kedelai
Tanaman kacang kedelai merupakan salah satu tanaman penting yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Namun, tanaman ini juga rentan terhadap serangan hama, seperti ulat grayak (Spodoptera litura). Serangan ulat grayak pada tanaman kacang kedelai dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup besar, baik pada daun, bunga, maupun polong kacang kedelai.
Salah satu metode pengendalian hama yang dapat dilakukan pada tanaman kacang kedelai adalah dengan menggunakan Bacillus thuringiensis. Penggunaan Bt pada tanaman kacang kedelai telah terbukti efektif dalam mengendalikan serangan ulat grayak. Bt dapat diberikan pada tanaman kacang kedelai dengan cara menyemprotkan formulasi Bt yang sudah disiapkan ke seluruh bagian tanaman, terutama pada bagian daun atau juga bisa disuntikan didalam tanah. Setelah aplikasi, serangga-serangga penggerek yang mengonsumsi daun atau bagian lain dari tanaman kedelai yang telah terkontaminasi dengan delta-endotoksin Bacillus thuringiensis akan terpengaruh oleh protein tersebut. Delta-endotoksin mengganggu sistem pencernaan serangga, merusak selaput perutnya, dan memicu kematian serangga dalam waktu yang relatif singkat.