Lihat ke Halaman Asli

Kampanye yang Mencerdaskan dan Berkeadaban

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masyarakat sebagai pemilih merupakan elemen yang sangat penting dalam pemilu. Sebab pada masyarakatlah partai politik peserta pemilu menggantungkan “nasibnya”.  Untuk itu partai politik melakukan berbagai cara dalam rangka mempengaruhi masyarakat, seperti memasang gambar dengan  berbagai slogan perubahan, turun langsung ke masyarakat yang didaerah  pemilihan dan sebagainya. Melalui berbagai cara itu partai politik berharap akan mendulang suara yang banyak pada Pemilu nantinya.

Dalam kampanye yang dilakukan partai politik hendaknya tidak hanya memperhatikan cara yang bermanfaat untuk mereka, melainkan  juga melihat bagaimana cara yang dilakukannya bisa mencerdaskan masyarakat. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan melihat hubungan dari dua hal, yaitu proses pengambilan keputusan pemilih dan ketersampaian visi serta tujuan dari masing-masing partai . Terkait yang pertama, dalam psikologi politik dikenal istilah Rational Choice Theory (teori pilihan yang rasional). Richard R. Lau menyatakan bahwa pengambil keputusan (dalam hal ini pemilih) mesti mengumpulkan informasi yang cukup mengenai semua hal yang masuk akal untuk dievaluasi.

Dalam hubungannya dengan pemilu yang akan berlangsung pada 9 April nanti, para pemilih, khususnya pada masa kampanye, mesti mendapatkan informasi mengenai partai politik , caleg, visi yang dibawanya, kemungkinan program yang akan diusulkannya serta sisi positif dan negatif yang melekat padanya. Melalui informasi ini, masyarakat bisa mempertimbangkan kemungkinan partai yang akan dipilihnya dengan jelas. Sehingga mereka dapat memilih dengan sadar serta dapat bertanggung jawab atas pilihannya.

Pertanyaan kemudian muncul mengenai kemampuan dan kemauan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang cukup.  Hal yang dipertimbangkan adalah akses informasi mengenai visi partai dan calegnya yang berkemungkinan besar hanya dapat diakses dan dipahami dengan baik oleh masyarakat yang berpendidikan tinggi. Ditambah lagi keapatisan masyarakat yang disebabkan oleh image bahwa politik itu kotor. Besarnya angka golput pada pemilu 2009 merupakan cerminan hal ini.

Untuk menjawab hal tersebut, partai dan calegnya mesti berusaha lebih keras lagi. Setiap pihak yang berkompetisi harus menjelaskan visinya sampai kemasyarakat akar rumput.  Misalnya calon legislatif (caleg) bisa memulai hal ini dari penjelasan tentang mengapa dia menjadi calon, mengapa harus di partai tertentu dan apa yang akan dikerjakannya ketika terpilih serta apa dampaknya terhadap masyarakat. Selain itu  para caleg juga harus sering turun ke bawah. Turun kebawah maksudnya bukan lagi untuk mengidentifikasi persoalan masyarakat, karena semestinya mereka sudah memahami, melainkan mengenalkan dirinya dengan visi yang berkaitan dengan masalah yang terjadi. Sehingga visinya tersebut mampu meyakinkan masyarakat bahwa jadi caleg adalah panggilan untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah, bukan untuk menambah masalah baru.

Pentingnya hal tersebut dilakukan supaya kampanye tidak hanya menjadi retorika untuk mempengaruhi pemilih saja. Tetapi disana juga ada proses memberikan pemahaman bahwa jika dia dan partainya menang, akan membawa perubahan yang jelas atau setidaknya jelas arah yang dicita-citakannya. Dengan demikian masyarakat akan memahami, kenapa pada akhirnya dia mesti memilih si fulan atau si fulanah.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 21 Tahun 2013, Pemilu akan dilaksanakan pada tanggal 09 April. Hal ini berarti momentum yang sarat muatan psikologis bagi para politisi sudah mulai mendekati puncaknya. Hal yang pasti ditanyakan oleh mereka adalah apakah mereka mendapat tempat dihati masyarakat, sehingga mendapatkan suara yang banyak. Jawaban pertanyaan ini tentu saja berawal dari sejauh mana masyarakat mengenalnya dan  partainya. Dalam memastikan hal ini, strategi kampanye politik yang dianggap paling jitu akan dijalankan demi memenangkan pemilu.

Apapun strategi yang dijalankan, hal yang mesti selalu diingat adalah adab dalam berpolitik. Bahwa setiap pihak yang berkepentingan mesti menghormati hak-hak lawan politiknya dan berkewajiban mematuhi peraturan yang berlaku. Jangan sampai pemilu yang seharusnya menjadi ajang perang strategi dimana negara dipertaruhkan, beralih rupa menjadi ajang mencoreng muka lawan politik atau menjalankan strategi yang tidak fair. Beberapa hasil Pilkada yang menunjukkan bahwa kontestan yang kalah dan tidak senang hati lalu di kemudian hari menggugat merupakan contoh bahwa adab diruang politik belum berjalan sebagaimana semestinya. Karena itu setiap pihak yang berkaitan dengan pemilu seperti caleg dan partainya, KPU dan elemen lainnya diharapkan secara bersama-sama mampu menjaga suasana politik yang beradab.

Sila kedua Pancasila adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini merupakan azas sekaligus cita-cita untuk membentuk Indonesia yang berkeadilan dan berkeadaban. Menjaga adab dalam konteks politik adalah untuk memberikan keteladanan kepada masyarakat. Sebab masyarakat akan melihat bagaimana para tokoh dan calon pemimpin mereka berkompetisi. Apabila para tokoh ini memperlihatkan contoh yang baik dalam berkompetisi sesamanya, maka disitulah kepercayaan masyarakat akan meningkat. Sebaliknya jika cara-cara yang tidak sehat digunakan maka hal itu akan merusak kepercayaan masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Karena dalam “cara-cara” itu, tentu saja melibatkan masyarakat secara langsung.

Disisi lain sekali lagi ditekankan bahwa partai politik harus berani mengusahakan jika mereka terpilih, masyarakat yang memilih mereka telah melakukannya dengan sadar dan beralasan. Tidak hanya berdasarkan slogan di gambar yang dipampang ditepi jalan, tapi berdasarkan visi yang dipahami masyarakat. Karena kalau dikaitkan dengan sila kedua Pancasila diatas, tidaklah adil kalau seseorang mesti memilih sesuatu yang belum jelas baginya. Apalagi di zaman ini partai politik apapun azasnya, semua mengusung tema perubahan yang abstrak, sehingga konsekuensi memilihpun menjadi relatif. Dengan beradabnya para politisi dan cerdasnya para pemilih, diharapkan akan mampu menciptakan situasi yang lebih baik bagi Indonesia di masa mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline