Oleh: Syamsul Yakin & Faril Irfansah
(Dosen & Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Retorika bila ditinjau dari isinya, ia memiliki sifat yang lebih bersifat praktek dibanding teoritik. Alih-alih disebut sebagai pengetahuan, retorika sebenarnya lebih tepat untuk disebut sebagai keterampilan. Karena dalam praktiknya, retorika lebih dikenal sebagai keterampilan berbahasa secara efektif, baik lisan maupun tulisan.
Seseorang yang memiliki kecakapan dalam beretorika berpidato kemampuannya akan terlihat saat ia berpidato di depan khalayak umum, dengan kecakapan berbahasanya, kepiawaiannya dalam mengatur intonasinya, hingga ahli dalam menyajikan diksi yang tepat dan juga menarik.
Selain itu, seseorang yang memiliki kecakapan dalam retorika berpidato biasanya sering menambahkan unsur pendukung dalam pidatonya seperti, candaan,dan ice breaking untuk mencairkan suasana, hingga satire yang berhubungan dengan topik yang dibahas.
Tak jarang pula seseorang yang memiliki kecakapan dalam beretorika, mengutip kata bijak quotes karya para pujangga hingga para filsuf. Dan dalam konteks agama, Kutipan yang yang sering disampaikan biasanya adalah kutipan Kitab Suci sebagai basis teologis argumentasinya.
Lalu kecakapan dalam merangkai kata-kata ini juga kerap mengaduk-aduk perasaan para pendengar yang mendengarkan. Para pendengar akan dibuat terharu, sedih, tertawa bahkan marah mendengar rangkaian kata orang tersebut.
Sama halnya dengan berpidato, seseorang yang memiliki kecakapan dalam beretorika bisa terlihat dari bagaimana dia menuliskan karyanya, fiksi maupun non-fiksi. Tulisan yang disajikan akan terasa mengalir dengan indah.
Retorika menulis juga harus menekankan prinsip-prinsip beretorika dalam isinya, seperti memahami arti sebuah kata, frasa, hingga kemampuan berbahasa yang baik. Seorang penulis juga haruslah menguasai retorika dalam tulisannya, umumnya menguasai ilmu logika, seni, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial.
Untuk mengetahui nilai kekuatan retorika dalam berpidato seseorang, bisa dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan melakukan transkripsi bahasa lisan menjadi teks. Jika teks tersebut nyaman untuk dibaca, dan tersusun secara gramatikal, dan lain sebagainya, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki kecakapan dalam berpidato.