Lihat ke Halaman Asli

Oleh-oleh dari Ngayogjazz 2016

Diperbarui: 22 November 2016   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Helatan tahunan ini sudah digelar sepuluh kali, dan sembilan di antaranya saya hadiri. Celakanya, saya tak penah kapok untuk menghadirinya. Bagi saya, Ngayogjazz tak sekadar pertunjukan musik, terutama jazz, melainkan juga menjadi ajang bertemu kawan, bersilaturahmi, bersanda gurau, nongkrong, berbagi kegembiraan, dan menikmati atmosfer pedesaan.

Ya, Ngayogjazz memang diselenggarakan di desa-desa yang ada di wilayah Yogyakarta, dan lokasi penyelenggaraan selalu berpindah setiap tahunnya. Tahun ini, Ngayogjazz digelar Sabtu lalu, 19 November 2016, di Padukuhan Kwagon, Desa Sidorejo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman. Perlu diketahui, sebagian besar warga Kwagon adalah pembuat genteng sehingga padukuhan ini terkenal sebagai sentra industri genteng.

Tujuh panggung disediakan bagi para penampil, termasuk sebuah panggung untuk seni karawitan Kwagon. Ada pula Pasar Jazz, tempat jualan makanan dan minuman yang dijajakan oleh masyarakat Kwagon, merchandise resmi Ngayogjazz 2016 dan lain-lain.

Tanpa Guyuran Hujan

Pertunjukan dimulai sekitar pukul 10 pagi dan berakhir sekitar pukul 10 malam. Semuanya bisa ditonton secara gratis. Ada lebih dari 30 penampil yang tersebar di panggung-panggung tersebut, seperti Fariz RM Anthology Kuartet, Tohpati & Friends, Harvey Malaiholo, Monita Tahalea, Emerald-BEX, Nikita Dompas Trio, Komunitas Jazz Jogja, Palembang Jazz Community, Gubuk Jazz Pekanbaru, Arupadhatu Jazz, dan masih banyak lagi.

Saya merasa Ngayogjazz 2016 ini yang paling seru dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ngayogjazz  memang selalu dijubeli pengunjung, dan Sabtu lalu mungkin jumlahnya sampai puluhan ribu; ini hanya perkiraan menurut “perasaan” saya saja, yang sangat mungkin bisa salah.

Menariknya lagi, hujan – yang biasanya kerap mengguyur sebagaimana di tahun-tahun sebelumnya – tak hadir di sepanjang perhelatan di Kwagon. Maklumlah, Ngayogjazz selalu diadakan di saat musim hujan, dan tak jarang saya dan ribuan penonton lainnya tetap menikmati pertunjukan di tengah guyuran hujan; tentu dengan mengenakan jas hujan atau payung. Namun, di Kwagon, jas hujan yang saya bawa tetap tersimpan rapi di dalam tas.

Menyebar Kebahagiaan

Lantaran cuaca yang bersahabat itu, saya lihat orang-orang terus berdatangan ketika malam mulai merambat. Sekitar pukul 19, ketika saya bergerak ke sebuah panggung tempat Tohpati & Friends akan berpentas pada sekitar pukul 21, orang-orang sudah berjubel di depan panggung tersebut; bahkan saya sendiri sudah kesulitan untuk melihat panggunggnya saja. Luar biasa! Begitu pula di dua panggung lainnya yang sempat saya tengok di mana Fariz RM Anthology Kuartet dan Emerald-BEX akan berpentas.

Ya sudahlah… itu tak soal bagi saya. Akhirnya, mlipir-lah saya ke penjual kopi untuk ngupi dan ngudud, sembari ngobrol gayeng bersama teman-teman yang sempat saya temui. Seperti sudah saya bilang, datang ke Ngayogjazz itu bukan sekadar nonton pertunjukan, tapi juga bersilaturahmi dan menikmati suasana kegembiraan di desa.

Dibanding Ngayogjazz sebelumnya, tema yang diusung kali ini menarik meskipun agak sulit dilafalkan, yakni “Hamemangun Karyenak Jazzing Sasama.” Menurut rekan-rekan panitia, kata-kata itu terinspirasi dari Pupuh Sinom Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV yang menyebutkan “Amemangun Karyenak Tyasing Sasama ” – artinya, berbuat untuk menyenangkan hati sesama manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline