Pendidikan bagian dari elemen pengerak roda peradaban menempati posisi paling dasar. Suatu bangsa yang beradab ditentukan oleh sistem pendidikannya. Bila menengok sejenak sebelum Renaisans, era Abbasiyah menjadi primadona para sarjana Timur dan Barat untuk mengabdi pada ilmu pengetahuan.
Lebih jauh lagi, bangsa Yunani era Hellenisme boleh dikata penyebar benih-benih pemikiran filosofis pada masa Aleksander yang mengekspansi hampir seluruh bagian dunia, meliputi Eropa, Asia Dan Timur Tengah. Lantas kegemilangan itu apakah hanya sebatas catatan sejarah?
Khususnya bagi para pendidik dewasa ini yang memiliki fasilitas yang bisa dikatakan mewah, mengingat akses untuk memperoleh informasi dan pengetahuan amatlah mudah, semudah hanya Klik!.
Bila menengok semangat-semangat orang-orang zaman dulu dalam mengabdi pada ilmu pengetahuan, sangatlah luar bisa. Keterbatasan alat dalam penelitian yang dilakukan oleh dokter-dokter di Timur Tengah misalnya; tentu bisa dibayangkan bagaimana Fakruddin Ar Razi, Al Farabi, Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina bisa bereksperimen, bila tidak bisa dikatakan di-ilmiahkan jika mengunakan istilah modern.
Bahkan sebelum sarjana muslim di atas orang-orang Yunani pada abad 3 SM sudah menemukan bintang-bintang beserta catatan lengkap meliputi bentuk, jarak, dan geraknya. Sebagai contoh; Anaxagoras, Mazhab Pythagorean, Aristharchus, Archimedes dan Apollonius menemukan rumus-rumus geometri. Artinya peradaban dewasa ini, merupakan manifestasi dari perjuangan-perjuangan sarjana orang zaman dulu, tanpa memandang dari mana mereka berasal.
Berangkat dari peryataan di atas, menarik untuk merenungi tulisan dari M.Natsir; seorang pahlawan perjuangan kemerdekaan, ulama dan politikus asal Sumatera. Dalam tajuk karyanya yang terdapat dalam karangan Capita Selecta tentang pendidikan, ia mengajukan pertanyaan; apa yang bisa diambil dan diperoleh dari sejarah kegemilangan bangsa timur dan barat?
Natsir menjawab dengan semangat dan penuh kepastian bahwa: 'Kemajuan dan Kemunduran bangsa tidak tergantung dari asal mana; baik Barat ataupun Timur, bahkan warna kulit sekalipun. Tapi tergantung pada 'Ada' dan 'Tidaknya' kapasitas dan kemampuan untuk menjadi bagian dalam dunia yang luas ini. Adapun Ada dan Tidaknya itu tergantung pada didikan jasmani dan rohani, untuk mencapai kemajuan.
Pendidikan Dan Tujuan Hidup
Tulisan M.Natsir secara sederhana mengenai pendidikan berbicara spesifik dengan nada Islamis. Gaya tulisan ini memang menunjukkan semangat zamanya yang pada masa itu masih berbau kolonialisme. Tak heran bila ia mengawali tulisannya dengan beberapa ayat Al Qur'an yang kemudian dianalisis dan dipadukan dengan isu-isu yang berkembang pada masanya.
Tapi apakah pemikirannya masih relevan dengan kondisi zaman sekarang? Tentu tidak secara dramatis memastikan Iya atau tidaknya, namun persoalan pendidikan akan tetap eksis bila diajukan pertanyaan yang menjadi pokok dan substansi adanya pendidikan, yakni : Apa Tujuan Dari Pendidikan? Pertanyaan semacam itu sangat fundamental dan penuh dengan beragam prespektif.
Pertanyaan di atas sengat amat luas dan harus memakai pendekatan-pendekatan yang mempengaruhi bagaimana perkembangan dan kemajuan zaman. Natsir dengan tegas menyandingkan pertanyaan tujuan pendidikan dengan tujuan hidup, ini secara spesifik memberikan makna bahwa pendidikan harus bertujuan; 'Memanusiakan Manusia'.