Lihat ke Halaman Asli

Farid Muhamad

Saat ini masih bekerja sebagai dosen di Universitas Negeri Gorontalo

Generasi Pemutus Hijaunya Dunia

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

betapa terasa nikmat ketika kita minum air kelapa langsung dari batoknya..di siang hari yang terik seperti saat ini, makan buah-buahan yang masih segar lagi manis pun akan lebih menyegarkan dan menyehatkan tubuh kita. tidakkah kita pernah berfikir, bagaimanakah pepohonan kelapa dan buah-buahan itu tumbuh? siapakah yang menanamnya? bagaimanakah perawatannya? berapakah umurnya tanaman itu sekarang? bisa bertahankah ia tumbuh untuk anak cucu saya? orang-orang tua kita dulu yang sangat berjasa melestarikan dan menghijaukan dunia kita ini. karena mereka tidak sekedar menikmati hasil dari tumbuhan dan buah-buahan tersebut. Tetapi mereka berpikir bahwa, "lezatnya buah dan tumbuhan yang kita makan saat ini, harus juga dinikmati oleh anak cucu, cicit setelah mereka". karenanya budaya menanam telah mengakar di dalam kehidupan mereka. coba kita tilik kehidupan generasi kita sekarang. Ketika usia kita sudah menginjak 30-an, sudah memiliki rumah tangga dan anak-anak yang nantinya akan meneruskan keturunan kita, apakah kita pernah berpikir sama seperti yang dilakukan orang-orang tua kita dulu? sudah berapakah tanaman dan buah-buahan yang akan kita wariskan kepada anak dan cucu kita kelak?. tentunya yang selalu terbayang adalah anak-anakku harus jadi orang yang berhasil; menjadi dokter, pilot, arsitek, bankir, menteri, polisi, dosen, guru, atau pns. jarang orang berpikir untuk menjadikan anak-anaknya petani. sedangkan dalam realita rasio perbandingan antara petani dan bukan petani rentang perbedaannya sangatlah besar. Manusia-manusia yang membutuhkan bahan makanan lebih banyak dibandingkan yang menghasilkan sumber makanan. anak-anakku harus punya rumah, meskipun RSSSSSSS (Rumah Sangat Sempit, Suram, Sumpek Sangat Sesak Sekali) tanpa halaman untuk sekedar menanam pohon-pohon dan buah-buahan, cukup untuk meletakkan pot untuk bunga sebagai hobi. orang-orang tua kita dulu tidak mengenal pelajaran biologi, tidak mengajarkan pelajaran moral. Tetapi mereka memiliki kearifan dan kemauan untuk berbuat. lahan-lahan tidur ditanaminya dengan tumbuhan dan pepohonan yang bermanfaat untuk dipanen hasil dan buahnya kelak, bukan menanam bunga agar indah di pandang mata sebagaimana trend hobi saat ini. mereka pun memberikan contoh langsung kepada anak-anak mereka untuk senantiasa menanam tumbuh-tumbuhan dan pepohonan bukan hanya sekedar melalui teori-teori di sekolah. bila saja setelah kita makan buah-buahan, biji dari buah-buahan tersebut kita buang ke tanah yang kosong dia pasti akan tumbuh,  Tetapi Kebiasaan kita sekarang, Biji dari buah-buahan itu langsung kita buang ke tempat sampah sehingga secara tidak langsung kita sering memutus sumber makanan buat kita dan hijaunya dunia ini. [caption id="attachment_140608" align="aligncenter" width="642" caption="biji mangga ditanam di tempat sampah.... ya gak tumbuhlah..."][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline