Lihat ke Halaman Asli

Faridhatul Nurjannah

Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Namanya Awan

Diperbarui: 17 September 2024   23:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anggap saja dia awan, jadi di sini kusebut dia Awan. Karena keberadaannya, yah seperti awan. Ia adalah orang yang tidak pernah bisa kulupa, itu sudah pasti. Bayangannya selalu mengambang di hidupku, meresap hingga mimpi-mimpi terdalamku. Kenapa begitu? Apakah karena rambutnya yang indah dan menjadi magnet pandanganku? Ataukah karena kehangatan tangannya saat menggandengku di suatu sore saat kami dikejar anjing? Dan masih ada seribu 'karena' yang kupikirkan. Namun tidak, kenyataannya tidak boleh sesederhana itu.


Suatu hari yang mendung, aku menjadi tercerahkan. Aku tersadar akan awan yang mengambang di atasku, dan semua-semua memori yang biasanya seperti semilir angin tak berarti, menjadi berkilau di perpustakaan ingatanku. Maka gelapnya awan itu menanungiku semakin dalam lagi seiring aku memupuk perasaan yang seharusnya sudah mati dari lama. Dan perasaan itu tumbuh, ya, dengan sangat subur pula. Perasaan itu menunggu sinar matahari. Ia menjalar tinggi-tinggi dan jauh, mengejar kehangatan dari ujung akar hingga pangkal daunnya.


Perasaan itu hanya menemukan lawan terburuknya, hujan badai tak henti-henti yang merobohkannya sama rata dengan tanah. Awan mengundang hujan badai dan memusnahkan harapan-harapan tumbuhnya lagi. Meski ia sesungguhnya tidak benar-benar musnah, bagaimana ia akan menghilang ketika awan masih selalu membayangi tak kunjung henti?


Tidak ada cara untuk memusnahkan perasaan itu, tidak selama awan masih di sekitar. Tidak selama bayangnya masih terserap ke dalam dunia bawah sadarku. Tidak selama akarnya masih ada, dan akar itu adalah ingatan yang terus berkilau, memompa cahaya kepadanya, menjaganya tetap hidup, hidup, dan hidup. Tetapi untuk apa?


Maka selanjutnya perasaan itu tumbuh, kupastikan itu adalah tanaman yang keras dan berduri. Ia tak akan terpengaruh hujan badai, ia tak akan membutuhkan panas matahari, ia tak akan membutuhkan perawatan atau perlindungan. Ia adalah varietas yang tidak hanya siap menghadapi segalanya, ia bahkan akan memenangkan segalanya. Kali ini aku punya nama untuknya: dendam.


***


Anggap saja dia awan, jadi di sini kusebut dia Awan. Karena keberadaannya, yah seperti awan. Aku tidak mau menyebut namanya lagi. Karena dia mungkin juga tidak pernah menyebut namaku lagi.


Ini pembalasan dendam. Ya, benar. Memangnya ada istilah lain lagi? Dia, si Awan tidak tahu kalau aku sebenarnya pendendam. Dan aku  juga tipe yang konsisten. Melepaskan dendamku tidak pernah terbayangkan.


Paling tidak kukira begitu awalnya, sampai si Awan sendiri yang turun tangan. Simpul bertahun-tahun yang terbuat dari kebencian, kecemburuan, keburukan---dengan satu kata, blar, terbakar. Dibabat habis semuanya. Yang tersisa hanya yang baik-baik saja. Cinta. Rindu. Mimpi indah.
Dunia ini mungkin tidak adil. Bukan hanya tentang persoalan seperti bagaimana orang kaya akan selalu menjadi lebih kaya kagi, atau orang menderita menjadi semakin menderita. Rupanya sampai masalah pribadiku dengan Awan, keadilan juga tak hadir. Seharusnya mana boleh simpul dendam yang kurawat bertahun-tahun itu runtuh begitu saja begitu Awan datang.


Barangkali Awan lebih berguna untuk dunia dibandingkan aku. Makanya dunia pilih kasih kepadanya. Kalau memang itu alasannya, aku pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tapi alasan semacam itu jelas tidak bisa diterima.


Terutama saat aku dibuat cinta kepadanya untuk kedua kali. Dan untuk kedua kali pula aku mengharap cintanya kembali. Namun bisa jadi seperti yang sudah-sudah, Awan akan terbang. Mengambang, pergi ke seluruh dunia tanpa jeda, dan membiarkanku lelah berharap. Membiarkan cinta-cinta ini meretih seperti api diantara kayu, dan padam sewaktu-waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline