Lihat ke Halaman Asli

Andi FaridBaharuddin

Penulis, Penari Profesional, dan Aktifis

Jubah Baja Demonstrasi

Diperbarui: 10 November 2019   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Sebuah Gerakan Demonstran . Sumber Foto: https://www.daffaardhan.com

Petang menjelang, 

Si pria itu, tengah duduk beralaskan tanah.

Perawakannya kurus, bajuhnya lusuh namun berjiwa baja sekalipun terror menghadannya. 

Dengan mata yang tajam, ia memandang sang istri yang dilanda ketakutan. 

Wajah yang dulu ceria mengerut lantaran isak tangis membasahi pipinya. 

Tak selang berapa lama, ia memeluk manja sang anak untuk mereda tangisnya yang menggema di gubuk kecil itu.

Dalam kakelalutan, ia melontarkan kata seraya "tenanglah istriku, aku hanya pergi sebentar. Negeri ini laksana rumah yg dihantui dengan moncong senjata. Diam kita mati, melawanpun akan dilenyapkan. Namun, ketahuilah dik, sebaik-baiknya hembusan nafas terakhir adalah saat berlawan. Aku berangkat!"

***

Saat di medan aksi, jalanan dipenuhi dengan gemuruh massa yang bermandikan darah. 

suara suara itu bergelegar di aspal yang tengah dihantam terik panas matahari. Nyanyian timah panas bergenuruh di tengah lautan manusia. 

Para Demonstran sadar, jika mereka hanyalah buruh dan petani yang  lapar, berlumpur dan kurus  lantaran gubuk kecil mereka tengah tergusur demi kepentingan pemodal asing. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline