Lihat ke Halaman Asli

Farida Untsa

Mahasiswa Prodi Psikologi UIN Walisongo Semarang

Burnout Academic, Kejenuhan Belajar yang Sering Dialami oleh Mahasiswa

Diperbarui: 15 Juni 2023   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Tidak bisa dipungkiri semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula beban pendidikan yang di rasakan oleh orang tersebut. Hal ini juga berlaku pada pelajar yang berada di tingkat mahasiswa. Beban tugas, tuntutan dan rutinitas yang dilakukan oleh para mahasiswa tak jarang memberikan tekanan tersendiri bagi mereka. Ketidak mampuan para mahasiswa untuk menangani beragam tuntutan tersebut secara efisien dapat membawa para mahasiswa menghadapi beragam dampak negatif. Salah satu contoh dampak negatif yang seringkali dialami oleh para mahasiswa adalah academic burnout.

Academic burnout mengacu berkaitan dengan stres, beban atau faktor psikologis lainnya karena proses pembelajaran yang diikuti mahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional,  kecenderungan  untuk  depersonalisasi,  dan  perasaan  prestasi  pribadi  yang rendah (Yang, 2004). Sedangkan menururt Rad,  Shomoossi,  Rakhshani,  dan  Sabzevari (2017)  menjelaskan jika academic burnout sebagai suatu kondisi dimana kurangnya minat seseorang guna memenuhi  tugas akademik,  rendahnya  motivasi,  dan  kelelahan  karena  persyaratan  pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan jika burnout academic merupakan kondisi penurunan kualitas psikologis akibat beragam tekanan akademik yang menyebabkan subjek kesulitan untuk melaksanankan tugas akademiknya.

Academic burnout merupakan salah satu permasalahan yang sering dialami oleh para mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi. Berdasarkan data dari penelitian milik J. Lee et al., (2012), di China terdapat 86,6 % mahasiswa yang mengalami burnout academi, sedangkan di Iran terdapat 76,8% mahasiswa yang mengalami burnout academic dan juga stress  akibat banyak hal seperti beban tugas yang tinggi, kekhawatiran akan masa depan, kekhawatiran akan melukai pasien, serta harapan yang tinggi dari keluarga. Sedangkan di Indonesia sendiri, berdasarkan pernyataan dari Wakil Rektor Senior ITB Prof. Adang Surahman (Permatasari, 2021) sebanyak 10% mahasiswa ITB di setiap angkatan atau sebanyak 2% pertahun mengalami drop out akibat persoalan akademik seperti burnout, dsb.

Leiter dan Maslach dalam Nursalam (2015) menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya burnout yaitu yang pertama adalah work overload yaitu keadaan dmana individu melakukan terlalu banyak pekerjaan dalam waktu yang singkat dan terbatas. Kedua, lack of work control yaitu adanya aturan yang terlalu membatasi kebebasan individu.   Ketiga, rewarded for work dimana kurangnya apresiasi dari lingkungan perkuliahan.       Keempat, breakdown  in  community yaitu suatu kondisi dimana individu kurang memiliki persasaa memiliki terhadap lingkungannya. Kelima,treated fairly yaitu perasaan diperlakukan  tidak  adil.  Keenam, dealing with conflict values yaitu suatu keadaan dimana diharuskan untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai yang dianutnya. Pada mahasiswa beban tugasn, tuntutan dan rutinitas yang tinggi seringkali menjadi penyebab utama mengapa burnout academic dapat terjadi. Terdapat beberapa gambaran perilaku yang biasa ditunjukan oleh orang-orang yang mengalami burnout academic, yaitu ketidakmampuan dalam mengerjakan tugas, melewatkan kegiatan perkuliahan tanpa alasan yang jelas, rendahnya motivasi untuk mengejakan tugas-tugas yang telah diberikan, menurunnya prestasi dan hubungan sosial dengan orang lain.

Resiko mengalami burnout academic akan semakin tinggi terutama pada mahasiswa yang memiliki peran ganda seperti kuliah sekaligus bekerja atau mengelola usaha. Menurut Orpina & Prahara (2019) dalam wawancara dengan mahasiswa yang bekerja menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki perasaan lelah secara fisik maupun mental terhadap rutinitasnya yang padat seperti harus berangkat kuliah setelah seharian bekerja, mahasiswa merasa tidak dapat mengontrol perasaan emosionalnya,sehingga merasa kurang peduli terhadap orang lain dan dapat meluapkan emosinya kepada orang lain, mahasiswa mengatakan ingin meninggalkan aktivitas kuliah yang dijalaninya karena mahasiswa merasa berat dengan aktivitasnya yang berlebih sehingga ingin memilih salah satu dari rutinitasnya, mahasiswa tersebut juga mengatakan bahwa terkadang perkuliahan menambah beban pekerjaannya, kemudian mahasiswa menyatakan bahwa mahasiswa merasa terbebani oleh tugas-tugas yang diberikan oleh dosen dan terkadang merasa tidak mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga tidak mengumpulkan tugas yang diberikan oleh dosen.

Academic burnout sangat berbahaya apabila terus dibiarkan karena dapat mempengaruhi kesehatan secara fisik maupun mental. Seseorang yang mengalami burnout akan mengalami penurunan motivasi untuk melakukan banyak hal termasuk untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, berolahraga, dsb. Hal ini tentu akan membawa beragam permasalahan lain seperti gangguan pencernaan, menurunnya imun tubuh, gangguan kecemasan, depresi, perasaan lelah sepanjang waktu,  hingga gangguan tidur. Selain itu mahasiswa yang mengalami burnout juga daoat beresiko mengalami dropout, karena ketidakmampuan mereka untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.

Meskipun terlihat sepele, burnout academic tidak bisa di abaikan begitu saja. Dengan mengabaikan burnout academic sangat mungkin akan timbul berbagai permasalahan lain seperti depresi, sakit fisik hingga tindakan bunuh diri. Oleh karena ini burnout academic harus diatasi baik secara mandiri ataupun dengan bantuan profesional. Untuk anda yang ingin mencoba mengatasi permasalahan burnout academic yang anda alami secara mandiri, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, diantaranya yaitu :

  • Berikan waktu isitirahat sejenak ditengah kegiatan belajar, memberikan waktu istirahat diengah kegiatan belajar, efektif untuk membuat diri anda menjadi lebih rileks selain itu hal ini juga dapat membuat anda menjadi lebih fokus. Anda bisa memberikan waktu istirahat sekitar 15-20 menit untuk memberikan kesempatan bagi otak anda untuk beristirahat.
  • Lakukan yoga atau meditasi, melakukan yoga atau meditasi erbukti efektif untuk membuat seseorang menjadi lebih rileks dan lebih santai.
  • Perbaiki pola tidur, kualitas tidur sangat bepengaruh bagi kesehatan seseorang, hal ini juga memperbaiki mood, meningkatkan fokus dan produktivitas, dan memperkuat jantung.
  • Bersosialisasi dengan orang-orang terdekat, bersosialisasi dengan orang lain terutama dengan orang terdekat efektif untuk memperbaiki mood dan dapat mengalihkan anda dari permasalahan yang sedang anda alami.
  • Me time, atau waktu sendiri merupakan waktu dimana anda dapat melakukan beragam hal yang anda suka. Hal ini akan mengisi ulang energi anda agar lebih siap untuk mengerjakan beragam tugas anda kedepannya. Selain itu me time juga dapat dijadikan sebagai waktu yang tepat untuk memberikan apresiasi terhadap diri sendiri atas apa yang sudah anda lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline