Lihat ke Halaman Asli

Faridatus Zulfa

STKIP PGRI TRENGGALEK

Mimpi Seorang Aktivis Kampus

Diperbarui: 15 Mei 2022   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nama   : Faridatus Zulfa

NPM   : 2088201006

Pentigraf ini adalah karangan yang dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Apresiasi Dan Kajian Prosa Fiksi yang diampu oleh Ibu Irma Arifah, M.Pd.

Mimpi Seorang Aktivis Kampus

Oleh : Faridatus Zulfa

Ku lihat senja diujung hari mulai memperlihatkan keindahannya. Aku yang sedari siang berada di kampus, ya tepatnya di ruang sanggar bahasa. Aku bersama keempat kawanku sering berkumpul bersama di sanggar bahasa. Kawanku bernama Rara, Dini, Risky, dan Bekti. Kami memang berbeda angkatan yaitu semester 4 dan semester 6, tetapi selalu akrab karena ya memang sering kumpul. Terkadang kami di sanggar hanya sekedar bersendau gurau dan berdiskusi. 

"Heyyyy...risky, bagaimana kuliah mu hari ini?", tanya Rara. "Hari ini sangat menjengkelkan, karena Dosen hari ini memberikan tugas yang agak rumit dan mendadak. Padahal masih banyak tugas dan kegiatan-kegiatan yang lain. Rasanya aku lelah sekali, tetapi ya.....mau bagaimana lagi...hmmmm", penjelasan risky. "Bagaimana lagi?" kata Bekti. "Ya begitulah...." jawab risky dengan penuh kesal.

Semester ini memang banyak kegiatan di kampus, baik dari Semester bawah sampai semester atas. Tetapi kita berlima memang yang paling mencolok diantara mahasiswa lain. Karena keaktifan dan keteguhan mereka yang selalu membantu kesibukan-kesibukan yang ada. Namun ada salah satu diantara kita yang awalnya tidak pernah jujur. 

Hal itu membuat kami sebagai mahasiswa merasa tidak dianggap. Ada suatu permasalahan yang berat dan rumit menimpa Dini. Dini memang anak yang rajin dan juga bertanggungjawab dengan segala hal, namun Dini anaknya agak pendiam dan jarang bercerita tentang semua masalah yang dihadapinya.

Sampai pada suatu hari, masalah itupun semakin rumit karena belum menumakan titik puncaknya. "Dini... ceritakan masalahmu itu, janganlah kau pendam sendiri. 

Jika kami bisa membantu, kami akan membantumu sebisa kami Din, ayolah... ", kata Rara. Dini agak ragu untuk menceritakan permasalahannya, karena menyangkut kedua orang tuanya. "Jadi begini, kedua orang tuaku itu terlilit hutang kepada seorang rentenir karena untuk biaya pengobatan Ibuku yang sampai saat ini sakit-sakitan dan tak kunjung sembuh. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline