Lihat ke Halaman Asli

Farid Asyhadi

Pemerhati Kebijakan Publik

Peluang mendorong arus logistik internasional di Batam setelah Indonesia gabung BRICS

Diperbarui: 1 Februari 2025   18:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber:oceanweek.co.id

Bergabungnya Indonesia dengan BRICS pada awal 2025 tidak hanya membawa dampak pada hubungan diplomatik dan ekonomi global, tetapi juga menjadi momentum strategis untuk memperkuat infrastruktur logistik dalam negeri. Salah satu langkah konkret yang diambil pemerintah adalah mendorong pengembangan Pelabuhan Batam sebagai hub logistik utama di kawasan Asia Tenggara. Dengan lokasinya yang strategis di Selat Malaka---jalur pelayaran tersibuk di dunia---Batam diproyeksikan menjadi gerbang utama perdagangan Indonesia dengan negara-negara BRICS, terutama China dan India (Bisnis.com, 2025).

Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana sebesar Rp15 triliun untuk modernisasi Pelabuhan Batam, termasuk pembangunan terminal baru, peningkatan kapasitas bongkar muat, dan integrasi sistem logistik berbasis teknologi digital. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, "Pelabuhan Batam akan menjadi tulang punggung konektivitas Indonesia dengan negara-negara BRICS, sekaligus mengurangi ketergantungan pada Singapura sebagai hub logistik regional" (Kompas, 2025). Langkah ini sejalan dengan visi BRICS untuk menciptakan sistem perdagangan dan logistik yang lebih mandiri, mengurangi dominasi negara-negara Barat dalam rantai pasok global.

Keberhasilan pengembangan Pelabuhan Batam juga didukung oleh peningkatan kerja sama dengan negara-negara BRICS. China, misalnya, telah berkomitmen untuk berinvestasi sebesar US$2 miliar dalam proyek infrastruktur pelabuhan, termasuk pembangunan kawasan industri dan zona ekonomi khusus di sekitar Batam. Sementara itu, India menawarkan kerja sama dalam pengembangan teknologi logistik dan pelatihan sumber daya manusia untuk meningkatkan efisiensi operasional pelabuhan (CNBC Indonesia, 2025).

Namun, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah persaingan ketat dengan pelabuhan-pelabuhan regional seperti Singapura dan Port Klang di Malaysia. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa Pelabuhan Batam tidak hanya unggul dalam infrastruktur fisik, tetapi juga dalam layanan berbasis teknologi dan kemudahan birokrasi. Menurut analisis dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), "Keberhasilan Batam sebagai hub logistik bergantung pada kemampuan Indonesia menciptakan ekosistem logistik yang terintegrasi dan kompetitif" (Hukum Online, 2025).

Dampak positif dari pengembangan Pelabuhan Batam sudah mulai terlihat. Pada kuartal pertama 2025, volume perdagangan melalui Batam meningkat sebesar 25% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini terutama didorong oleh ekspor komoditas seperti nikel, karet, dan produk manufaktur ke negara-negara BRICS (Tempo, 2025). Selain itu, pembukaan rute pelayaran langsung antara Batam dan pelabuhan utama di China dan India telah mengurangi biaya logistik dan waktu pengiriman barang.

Secara keseluruhan, pengembangan Pelabuhan Batam pasca-keanggotaan Indonesia dalam BRICS menjadi bukti nyata upaya pemerintah untuk memanfaatkan momentum kerja sama internasional guna memperkuat fondasi ekonomi domestik. Dengan dukungan investasi, teknologi, dan kebijakan yang tepat, Batam berpotensi menjadi simbol kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan logistik dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara.

Daftar Pustaka

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline