Dana Zakat untuk MBG Butuh Pengkajian
Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S.Pd
(Pegiat Literasi)
Kepala Staf Kepresidenan AM Putranto menilai usulan penggunaan dana zakat untuk program makan bergizi gratis (MBG) sangat memalukan. Sebab, peruntukan dana zakat sudah diatur dan ditentukan sesuai dengan syariat (15/1).
Pendapat terkait penggunaan dana zakat untuk membiayai program (MBG) terlihat menarik dan tepat. Potensi dana zakat yang melimpah seolah lebih mudah mengalokasikannya untuk program MBG yang sudah jelas bisa membantu banyak orang, terutama anak-anak dari keluarga kurang mampu. Akan tetapi menggunakan dana zakat jelas tidak mudah dan perlu pertimbangan yang matang. Meski pada prinsipnya zakat bertujuan untuk membantu yang membutuhkan, termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar seperti pemenuhan makanan.
Adanya program MBG diharapkan mampu membantu meningkatkan status gizi anak-anak, sehingga akan berdampak pada kualitas hidup mereka. Disatu sisi bagi keluarga kurang mampu akan sangat terbantu dengan adanya program ini, sehingga mereka dapat mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan lain.
Secara syariat, penerima zakat terdiri dari 8 golongan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an yakni fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharim, fisabilillah, ibnu sabil. Penerima program MBG bisa jadi tidak termasuk dalam 8 golongan tersebut. Sehingga ketika menggunakan dana zakat untuk program MBG dikhawatirkan salah sasaran.
Pengelolaan dana zakat untuk program MBG sangat berpotensi terjadinya penyalahgunaan jika tidak dikelola dengan baik dan transparan. Proses produksi hingga distribusi MBG melibatkan banyak pihak. Apalagi negeri ini masih marak kasus korupsi, hal ini seharusnya menjadi pelajaran semua pihak ketika akan menggunakan dana besar apalagi dana milik umat. Sehingga perlu dilakukan kajian mendalam mengenai aspek hukum, sosial, dan ekonomi dari penggunaan dana zakat untuk program MBG.
Penyelenggaraan program MBG seharusnya negara siap totalitas dalam hal dana hingga pendistribusian. Pasalnya ketika secara dana saja masih belum siap, hal ini jelas akan menghambat proses selanjutnya. Misalkan dana MBG dari APBN dan utang, hal itu seharusnya sudah sigap dilakukan serentak di seluruh wilayah di Indonesia. Sayangnya hingga saat ini masih di wilayah tertentu saja dan belum efektif baik secara teknis. Jika memang negara belum siap dan dirasa malah bikin anggaran negara makin bengkak, sebaiknya hentikan saja program MBG atau menunggu hingga negara siap secara totalitas.
Makan bergizi sebenarnya bisa dilakukan masing-masing keluarga jika setiap keluarga mampu memiliki pendapatan yang layak yang tidak hanya cukup untuk sekedar makan. Karena kebutuhan hidup bukan sekedar makan namun juga pendidikan, kesehatan, rasa aman, dan sebagainya. Negaralah yang seharusnya memberikan jaminan ketersediaan lapangan kerja, gaji yang layak, pendidikan gratis dan berkualitas, layanan kesehatan yang mudah dan berkualitas, layanan transportasi yang mudah, dan lain sebagainya.
Hanya negara dengan sistem Islam yang terbukti mampu melayani rakyat secara totalitas. Pemenuhan kebutuhan pokok sandang, pangan, papan telah dijamin secara individu dalam sistem Islam. Sistem ekonomi Islam juga mampu memberikan kesejahteraan rakyat pasalnya negara Islam memiliki pendapatan negara yang banyak (zakat, ghanimah, fai, kharaj, jizyah) dan pengelolaan harta kepemilikan umum oleh negara digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Bukan layaknya negara kapitalis yang hanya mengandalkan pajak dan utang untuk memperoleh pendapatan negara. Dengan demikian sangat wajar, untuk menjalankan program MBG saja negara masih kesulitan menggalang dana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H