Food Estate Menyejahterakan Rakyat?
Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S.Pd
(Pegiat Literasi)
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono di Magelang, Jawa Tengah, Ahad 27 Oktober 2024, menegaskan program swasembada pangan menjadi keharusan yang harus dijalankan di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Oleh sebab itu, kepala negara meminta Kementerian Pertanian untuk melanjutkan program food estate (28/10).
Food estate sebenarnya bukan program baru, sudah ada sejak zaman pemerintahan Soeharto hingga Jokowi dan selanjutnya Prabowo. Jika dilihat dari rekam jejak food estate dari masa ke masa, food estate banyak rapor merah. Faktanya faod estate merusak ekologi, menimbulkan sengketa tanah dan banyak hal persoalan teknis lainnya. Wajar jika food estate pun tak mampu mewujudkan ketahanan pangan.
Dengan demikian, wajar jika rakyat mempertanyakan alasan mengapa food estate yang terbukti gagal akan tetapi terus dilanjutkan. Padahal kerugian yang dirasakan oleh negara ataupun rakyat amat besar.
Tak sekedar permasalahan teknis, dampak food estate yang sangat merugikan adalah terjadinya sengketa tanah dan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan disebab pengadaan tanah berasal dari pembukaan hutan yang diiringi penebangan kayu secara massal.
Pemerintah tetap saja akan melanjutkan food estate yang sudah jelas tidak memberikan manfaat kepada masyarakat. Hal ini semakin menegaskan bahwa proyek tersebut bukan untuk rakyat, melainkan untuk kepentingan segelintir elite oligarki. Misalnya proyek Indonesia-Cina dalam pengembangan lahan 1 juta hektar sawah di Kalteng. Sistem politik demokrasi kapitalisme sudah biasa membuat kebijakan demi kepentingan oligarki. Wajar jika muncul konflik antara pemerintah dengan rakyat setempat.
Islam yang diterapkan dalam sebuah institusi memiliki solusi paripurna dalam mewujudkan ketahanan pangan yaitu dengan menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam seluruh urusan yang menyangkut rakyatnya. Rasulullah saw. sebagai kepala negara di Madinah, mengatur agar kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) seluruh rakyat terpenihi. Begitu juga kebutuhan publik berupa pendidikan, keamanan, dan kesehatan.
Negara Islam sangat memperhatikan produktivitas lahan pertanian. Pembangunan infrastruktur untuk menunjang produktivitas pertanian juga menjadi prioritas, seperti pembuatan irigasi, jalan, gedung penyimpanan, hingga fasilitas pascapanen. Negara akan memudahkan akses modal dan perhatian terhadap up grade skill petani agar adaptif terhadap teknologi terbaru.
Selain memperhatikan produksi, negara akan memperhatikan distribusinya. Negara akan memastikan harga pangan stabil dan terjangkau agar masyarakat bisa membeli. Negara juga akan mengawasi pasar agar tidak terjadi kecurangan ( penimbunan dan penipuan) .
Negara Islam tidak sepenuhnya melarang impor pangan demi mewujudkan ketahanan pangan. Hanya saja dalam regulasinya harus mengikuti politik luar negeri (tidak boleh bekerjasama dengan negara kafir yang jelas-jelas memerangi kaum muslim). Negara Islam tidak akan menggantungkan pemenuhan pangan kepada negara lain, sebab akan berdampak pada kedaulatan negara. Dengan demikian, swasembada harus diupayakan seoptimal mungkin agar terwujud kedaulatan pangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H