Lihat ke Halaman Asli

Pemerataan Pendidikan dan Kesiapan Zonasi

Diperbarui: 15 Juli 2024   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pemerataan Pendidikan dan Kesiapan Zonasi
Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S.Pd

Sebanyak 35 sekolah jenjang SMP di Tulungagung tidak dapat penuhi pagu pada pendaftaran PPDB 2024. Bahkan ada empat lembaga SMP hanya mendapatkan 10 peserta didik baru di tahun ajaran 2024/2025 ini.
Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Tulungagung, Syaifudin Juhri mengatakan, setidaknya ada 48 SMP Negeri di Tulungagung berpartisipasi dalam PPDB. Yang mana pelaksanaan PPDB di jenjang SMP dilakukan sebanyak dua gelombang.
Berdasarkan data, dari 48 lembaga SMP tersebut, ada 35 SMP belum memenuhi kuota penerimaan siswa baru. Artinya hanya 17 SMP yang mampu memenuhi kuota selama pelaksanaan PPDB. 

PPDB sistem zonasi mengutamakan jarak tempuh dari rumah siswa ke sekolah. Wajar
berbagai cara ditempuh para wali murid demi anaknya bisa masuk di sekolah yang diinginkan. Ada yang rela mengontrak ke rumah yang dekat sekolah, ada pula yang menitipkan data anak pada kerabat rumahnya dekat sekolah. Bahkan ada yang sengaja mengaku miskin agar bisa mendapat SKTM. Hingga menyuap oknum panitia PPDB. Sangat miris! 

Adanya zonasi yang diharapkan mampu menghilangkan kastanisasi pendidikan. Tak ada lagi sekolah favorit atau non favorit. Akan tetapi memaksakan sistem zonasi sedangkan negara masih belum sepenuhnya mampu penyelenggaraan pendidikan ternyata malah menjadikannya masalah baru.

Belum adanya pemerataan ketersediaan sekolah negeri berdasarkan sebaran penduduk usia sekolah, sarana prasarana dan pendidik di sekolah yang ada saat ini pun belum merata secara kuantitas dan kualitasnya. Padahal hal tersebut merupakan faktor penting dalam proses pendidikan. 

Pemerintah seharusnya lebih serius mempersiapkan faktor-faktor penting dalam proses pendidikan jika ingin memberlakukan sistem zonasi. Misalnya pemerintah harus mengupayakan memahamkan para orangtua bahwa mendidik anak bukan sepenuhnya diserahkan ke sekolah namun peran orang tua juga dalam mendidik anak di rumah. Sehingga tidak menjadikan ketergantungan keras pada sekolah yang mana hal tersebut menjadi penyebab ruwetnya sistem zonasi dengan menghalalkan segala cara demi bisa bersekolah di sekolah yang diinginkan. 

Negara wajib memastikan kesamaan standar dan kualitas pendidikan di setiap wilayah, menyediakan SDM  yang berkualitas dengan sistem pendidikan yang terencana dan pemberian gaji guru secara layak. Sehingga guru akan mampu mengajar dengan kualitas terbaik.

Negara harus memastikan bahwa setiap warga negara bisa mengakses pendidikan dasar yang diwajibkan negara secara gratis dan mudah dengan kuantitas dan kualitas pendidikan yang sama dan merata. Hal ini akan mampu menerapkan sistem zonasi dengan baik. Sehingga tak perlu susah payah sekolah dengan jarak yang jauh dari rumah misalkan di dekat rumah sudah ada sekolah yang berkualitas dan gratis. 

Sayangnya negara sebagai penyelenggara pendidikan masih belum totalitas, bahkan dunia pendidikan masih di bawah intervensi kapitalis yang menjadikan sumber pendapatan terbesar negara seperti pengelolaan SDA masih dikuasai para kapital. Sehingga negara begitu rumit mengelola pendidikan di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline