Kejadian 10 Agustus 2014.
Solo.
Ini adalah Mall dimana jadi tempat nongkrong sehari-hari, bukan karena orang kota metropolitan, orang terlanjur kaya, atau sangat gaul. Tapi hanya karena bisa beli esteh enak sepuasnya disini sambil diskusi sepuasnya, sambil nonton mas-mas normal sampai yang homo juga sepuasnya yang bersliweran memang pengen ditonton kali yee.
Singkat cerita perut sakit, apalagi selanjutnya? Ya toilet. Toilet di jam-jam Mall hampir tutup, hampir pukul 9 malam. Masuk ke Toilet yang terletak di lantai 3, beberapa ruang toilet wanita tertutup, dalam pikiran masih pada antri, sedangkan satu toilet tengah dibersihkan, dan satu yang baru saja kosong setelah seorang ibu-ibu keluar.
Mencoba menghidupkan air kloset, mengecek segala peralatan dan kenormalan fungsinya. Tidak ingin terjadi kemampetan, gangguan tehnis dan segala hal yang menjijikan seperti kloset tak berfungsi setelah buang hajat, lalu pindah toilet sebelah yang baru saja selesai dibersihkan mbak-mbak penjaganya.
Saya tahu, sebenarnya tidak etis kalau memakai toilet yang terlanjur bersih itu, dan ternyata toilet lain sengaja ditutup agar tak dipakai, karena memang jam-jam Mall akan tutup. Berniat meminta ijin karena tak enak hati apabila membuat toilet kotor lagi, karena saya kasian kepada penjaganya, padahal itu sudah resiko pekerjaan mereka sih.
“Mbak maaf toiletnya gakbisa dipakai, tadi saya coba rusak, yang ini boleh saya pakai?”kurang baik dan sopan seperti apalagi saya sebagai orang yang mencoba menghormati orang lain yang mungkin lelah seharian.
“Semua toilet sama mbak” jawabannya nadanya tidak enak,dan muka jelek yang tambah tidak enak, bikin makin kebelet (tulisan embel-embel efek kesal)
Gue juga tahu bego, dalam hati berbagai umpatan kesal bermunculan. Helloooooooooooooooooooo, saya pindah sebenarnya hanya tak ingin misalnya saya jadi boker di toilet awal tadi, Bagaimana kalau tidak bisa masuk kotorannya? atau mengambang karena kloset memang gakbisa berfungsi semestinya? bisa bertambah susah lagi kan pekerjaannya dua penjaga toliet ini.
Rasa-rasanya benar-benar ingin boker di toilet yang saya laporkan rusak tadi tapi tidak dihiraukan dan malah disewotin, kalau perlu saya buat kocar-kacir biar mereka tambah susah membersihkannnya. Tapi ternyata saya tidak sejahat itu, meski sudah dijahatin duluan. Akhirnya saya pun hanya pipis saja, dan benar kloset tidak bisa berfungsi, air menggenang, biarlah biar itu urusan mereka. Hajat tidak hilang malah ditambah marah.
Padahal kalau mereka tidak mau menerima pengunjung toilet lagi sebenarnya bisa saja bilang tutup atau lainnya, saya keluar dengan membayar sesuai tarif tapi dalam hati masih mendengus kesal. Saya lupa melihat papan nama dua penjaga toilet tadi, tapi saya catat jam, tanggal, tempat kejadian, dan akan saya laporkan, laporkan ke pengelola Mallnya.
Saat saya sampai ditempat duduk dimana saya duduk-duduk sebelumnya dengan rekan saya sebelum adegan toilet, seketika ada jeritan. Seorang anak kecil kakinya terjepit eskalator, banyak orang panik, beberapa histeris, semua mata tertuju pada anak kecil tersebut, dan saya masih berapi-api menceritakan kejengkelan saya atas ulah penjaga toilet pada rekan saya, sambil ikut panik juga, tapi saya tidak bisa melihat langsung ke eskalator anak yang terjepit itu, kerumunan Mall sungguh cepat sekali menutupi tiap sudutnya, ada yang berusaha mengambil gambar melalui handphone, dasar bego, ada yang tertawa-tawa juga, otaknya lelah.
(Farida Isfandiari, 13 Agustus 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H