Foto Pesawat Sukhoi Superjet 100
19 Desember 1997, sebuah pesawat Boeing 737-300 milik operator penerbangan SilkAir melakukan penerbangan dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta ke Changi Airport Singapore. Rute ini adalah jalur reguler yang dilayani oleh SilkAir. Sekitar pukul 16 :13 WIB, pesawat yang membawa 97 penumpang dan 7 awak kabin tersebut mengalami kecelakaan dan jatuh tepat di sungai Musi Palembang, Sumatera Selatan. Pesawat tenggelam ke dalam sungau Musi. Tim dari Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) dipimpin langsung oleh ketuanya,Prof. Oetarjo Diran, langsung menuju lokasi kejadian pada hari itu juga. Setelah beberapa hari menyelam, tim penyelam mendapatkan kotak hitam dari pesawat yang berada dalam kedalaman 8-10 meter di dasar sungai Musi. Dua Kotak hitam Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR) tersebut langsung dibawa oleh Prof. Oetarjo Diran dan Mr. Ho See Hai, Chief Investigator tim penelitian kecelakaan pesawat udara Singapura, yang ikut menyelidiki kecelakaan pesawat tersbut karena SilkAir adalah operator penerbangan dengan flag Singapura. Rencananya, di Amerika, kota hitam tersebut akan dibuka dan dibaca di laboratorium National Transportation Safety Board (NTSB) Amerika. Menurut Prof. Diran, ada sebuah kejanggalan dalam proses pembukaan kotak hitam tersebut. Menurut kesepkatan malam sebelumnya, kotak hitam akan dibuka besok dengan disaksikan wakil dari KNKT dan Singapore, tapi ternyata ketika Prof. Diran dan Mr. Ho tiba di kantor NTSB besok paginya, kotak hitam sudah dibuka. Dan ternyata dari kotak hitam tersebut tidak bisa ditemukan data yang baik, karena menurut NTSB, CVR dan FDR teresbut rusak akibat terendam air sungai. Lalu selama 2 minggu pita di kedua kotak hitam tersebut diperbaiki namun setelah itu, namun data yang bisa didapatkan tidak utuh. Menurut Prof. Diran, ada beberapa kejanggalan yang terjadi selama pemeriksaan di NTSB tersebut, misalnya ada kesan kuat NTSB ingin menekankan bahwa pesawat tersbut jatuh akibat pilot pesawat tersebut, Mr. Kapt. Tsu Wa Ming melakukan tindakan bunuh diri. Karena data dari CVR dan CDR juga kurang lengkap, maka Prof. Diran mengusukan untuk melakukan flight simulation. Dari hasil dari flight simulation disimpulkan bahwa tidak ada kegagalan struktur pesawat . Belakangan baru diketahui flight simulation yang seharusnya menggunakan engineering flight simulator tapi ternyata hanya menggunakan flight simulator biasa yang tidak bisa digunakan untuk simulasi dalam kondisi terbang unusual dan unnatural. Karena data hasil investigasi baik dari CVR dan FDR serta flight simulation KNKT akan mengumumkan dimungkinkan membuat kesimpulan apa pun tentang penyebab kecelakaan pesawat. Namun ternyata sehari sebelum KNKT memberikan laporan hasil investigasi, NTSB lebih dulu mengumumkan laporan hasil investigasi bahwa kecelakaan SilkAir disebabkan tindakan bunuh diri (deep dive) Kapten Tsu Wai Ming . Menurut Prof. Diran, selain kejanggalan di atas, ternyata selama berbulan-bulan investigasi, NTSB tidak memberikan informasi kepada KNKT dan SilkAir tentang terjadinya satu insiden dan dua kecelakaan yang dialami pesawat sejenis karena kerusakan servo valve di dalam Power Control Unit (PCU) rudder. Yang menjadi pertanyaan apakah NTSB sengaja tidak memberikan informasi tersebut kepada tim KNKT dan Singapura. Prof. Diran juga menyadari "kesalahan" KNKT yang tidak menemukan informasi tentang satu insiden dan 2 kecelakaan pesawat sejenis akibat kegagalan rudder PCU , yang ternyata belakangan setelah KNKT memeriksa catatan PCU unit sampai ke pabrik manufaktur Parker-Hannifin menemukan bahwa rudder PCU tersebut ternyata tidak lulus quality assurance meskipun sudah diperbaiki sebelum dipasang kembali di pesawat SilkAir yang mengalami kecelakaan tersebut. Di sini saya kutipkan pernyataan dari Prof. Diran dalam tulisan beliau di website Ikatan Alumni Penerbangan ITB tentang investigasi kecelakaan tersebut : Ini mungkin karena sikap bisnis orang Amerika: “Don’t offer information if not asked. And if asked, tell the truth but not the whole”. Apapun alasan untuk tidak mengakui adanya track record yang tidak baik yang mengakibatkan puluhan awak penumpang tewas sangat mebahayakan tramsportasi. Pada saat kejadian, kurang lebih empat ribu pesawat tipe B737 terbang dan sekitar tiap 2 – 4 menit ada satu pergerakan pesawat di seluruh dunia. Catat pula bahwa pesawat Silkair yang nahas itu baru 12 bulan beroperasi. Bisakah terjadi salah desain, atau kesalahan manufaktur? Greed or bad ethics? I will not judge. Kalau membaca kisah dari Prof. Diran tersebut, bisa saja NTSB ikut melindungi kepentingan Boeing sebagai produsen pesawat yang jatuh tersebut, karena Boeing adalah perusahaan Amerika. Belajar dari kisah investigasi kecelakaan pesawat Boeing 737-300 milik SilkAir185 tersebut, bisa jadi Rusia juga memiliki kepentigan untuk melindungi produsen Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak Bogor, dengan menutupi terjadinya kegagalan desain dan struktur pesawat tersebut, serta "memaksakan " kesimpulan penyebabnya adalah human error, salah satunya mungkin bisa saja dengan mengangkat isu yang sempat berkembang bahwa ada penumpang pesawat yang tidak mematikan HP nya ketika sedang terbang bahkan atau mungkin isu pembajakan. Sumber : SilkAir 185 : The Untold Story http://aviationknowledge.wikidot.com/asi:silkair-flight-185:pilot-suicide http://faridm88.multiply.com/journal/item/169
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H