Lihat ke Halaman Asli

Patut Diduga, Pelaku Flexing dan Gaya Hidup Mewah Tidak Suka Singkong

Diperbarui: 26 Maret 2023   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pribadi

Fenomena flexing atau pamer barang mewah kian mewabah. Makin banyak saja istri pejabat yang rajin memamerkan harta yang dimilikinya. Gaya hidupnya mewah dan mempertontonkan kekayaan. Kesannya sombong dan arogan. Terlepas dari persoalan hukum dan dari mana asal muasalnya hartanya. Patut diduga, pelaku flexing dan gaya hidup mewah tidak suka singkong. Iya singkong atau disebut "manihot utilissima".

Kenapa singkong? Karena singkong, boleh dibilang tanaman yang alamiah. Mau tanah subur atau gersang, singkong tetap tumbuh. Bisa ditanam di mana saja, bahkan tidak perlu perawatan khusus. Dalam keadaan apapun, singkong tetap tumbuh tanpa direkayasa. Simpel dan alami. Hebatnya singkong lagi, semua bagian pohonnya berguna. Daunnya bisa untuk lalapan atau sayur. Batangnya bisa dibikin pagar. Apalagi buahnya enak banget,

Siapapun yang gemar singkong. Pasti bisa belajar. Bahwa singkong saat tumbuh menjulang tinggi ke atas pohonnya. Tapi bagian yang membesar tetap ada di bawahnya. Buahnya justru tidak kelihatan. Berbeda dengan pelaku flexing atau pamer, justru makin menjulang pangkat dan jabatannya, justru makin menjauh dari akarnya. 

Malah pamer, bergaya hidup mewah, hingga lupa diri. Harusnya pelaku flexing seperti singkong. Saat makin meninggi atau menjulang pangkat dan kekayaannya justru manfaatnya makin terasa sampai ke bawah, ke orang-orang yang membutuhkan. Bukan malah dipamerkann dan menyakiti orang-orang yang tidak mampu. 

Sayang sekali,  banyak orang sudah tidak gemar ngemil singkong. Seperti pelaku flexing yang bergaya hidup mewah. Karena singkong dianggap panganan tidak keren, tidak bonafid. 

Berbeda dengan panganan di resto atau tempat mewah, katanya lebih bergengsi. Sekalipun hasil rekayasa. Sementara singkong, terlalu alamiah dan sederhana. Tapi singkong pasti memberikan pelajaran kepada penggemarnya. Untuk selalu apa adanya dalam hidup dan selalu menebar manfaat kepada banyak orang.

Singkong biar tinggi, tetap buahnya tersembunyi. Singkong tidak pernah gagah-gagahan, dengan menonjolkan buahnya yang besar dan panjang sekalipun. Jadi pelaku flexing, harusnya berpikir untuk apa pula gagah-gagahan atas harta dan kekayaan yang dimiliki? Bukankah harta dan kekayaan hanya titipan dan bersifat sementara saja. Jadi kenapa harus dipamerkan?

Sekarang ini, agak kontradiktif. Banyak orang pengen hidup sederhana. Tapi gayanya selangit, gemar flexing. Mungkin, karena mereka tidak suka singkong. Jadi berbeda anatara yang diucapkan dengan yang dikerjakan.

Belajarlah dari singkong, gurunya hidup sederhana. Nrimo ing pandum alias apa adanya. Saking sederhananya, pohon singkong mau setinggi apapun. Dia tetap rendah hati, tetap tidak mau menampakkan buahnya. Singkong itu tidak mau flexing walaupun bisa. Salam literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline