Lihat ke Halaman Asli

Farid Arif

Freelance

Mudik, Menuntaskan Kerinduan bagi Para Perantau

Diperbarui: 17 April 2022   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mudik kampung halaman/Dokpri

Bulan ramadan telah memasuki hari ke-15 separuh puasa telah kita jalani, menahan haus lapar dan dahaga serta berlomba mengejar kebaikan di bulan yang penuh kesucian dan barokah ini, bukan karena sekedar menjalankan rukun islam yang ketiga tetapi puasa merupakan sebuah aktivitas yang mengajarkan kita agar tetap memiliki komitmen untuk menahan amarah demi mencapai dan merangkul keridahan dari sang pencipta. 

Puasa memiliki challenge yang tak semua orang mampu melewatinya dengan predikat nilai yang sempurna, maka sangat beruntung jika ada pribadi yang berhasil melewatinya sebulan penuh dan tetap berharap mendapatkan pahala dan kebaikan.

Setiap bulan puasa tiba selalu memiliki beragam cerita yang menarik bagi semua ummat Islam, cerita apapun selalu membawa kebahagiaan jika ini diceritakan saat menjalani puasa, sebab ramadan mengajarkan kita agar selalu menjelajahi pikiran-pikiran positif dan menghindari hal -- hal yang negatif sehingga output dari pikiran positif dan sehat ini akan melahirkan tindakan yang memiliki efek ganda.

Lalu bagaimana jika saat menjalani puasa di perantauan, sudah tentu akan memiliki cerita yang sedikit berbeda dengan mereka yang menjalaninya di kampung halaman karena telah bersama-sama dengan keluarga, rasanya sempurna sebab semua sanak saudara berkumpul menjalankan puasa dengan penuh kekhusuan, sahur dan buka puasa, serta malaksanakan tarawih baik dirumah ataupun di masjid juga dilakukan bersama sehingga nikmat dari puasa di bulan ramadan benar -- benar terasa hikmahnya.

Suka duka pasti akan terasa bagi para perantau, sebab jauh dari keluarga dan kampung halaman yang sangat terasa adalah saat bulan ramadan tiba, keinginan kumpul bersama sanak saudara seakan menjadi sebuah kerinduan yang mendalam, hanya komunikasi yang mampu meredam rasa kerinduan itu, saling menanyakan kabar dan bercerita kondisi terkini di kampung halaman nan jauh di sana, sesekali melakukan panggilan melalui video call, saling menyapa senyum dan tertawa bersama sesekali menatap wajah dengan gestur yang penuh dengan kebahagiaan meskipun terhalang jarak dan waktu. semua itu dilakukan karena keinginan untuk selalu menjalin silaturahim bersama keluarga di kampung tetap terjalin dengan baik.

Oleh karena itu mudik merupakan sebuah momentum indah yang selalu ditunggu-tunggu para perantau demi bertemu secara langsung dengan keluarga di kampung halaman, begitupun sebaliknya keluarga dikampung halamanpun sangat berharap dan menanti kedatangan dari keluarga yang jauh diperantauan, layaknya sang orang tua yang menanti anaknya balik ke kampung, berbagai persiapanpun dilakukan menyusun rencana saat bersama nanti. 

Mulai dari membersihkan rumah, halaman hingga mempersiapkan sesuatu menyiapkan masakan, kuliner favorit keluarga yang akan di masak saat idul fitri, merayakan puncak kemenangan selama melaksanakan puasa sebulan penuh, salaman bersama saling memaafkan dan menyantap kuliner khas lokal yang menjadi menu unggulan bagi semua keluarga yang hadir saat itu, suasana seperti inilah yang mempu menuntaskan rasa kerinduan bagi para perantau.

Mudik kali ini benar-benar berbeda dari mudik sebelumnya selama dua tahun ini dunia sedang di landa covid-19 sehingga sebagian orang yang ingin melakukan mudik jadi tertunda, namun tidak lantas menurunkan rasa berkumpul dengan keluarga jadi menurun, justru semakin meningkatkan keinginan untuk berkumpul bersama keluarga dan orang tua, rasanya tak mampu meredam kerinduan ini yang bertahun-tahun ingin berkumpul akan terjawab dengan momentum lebaran idul fitri.

Kini lima belas hari kedepan, para perantau akan benar-benar menuntaskan rasa kerinduan yang selama ini selalu terbesit ingin bertemu dengan orang tua atau sanak saudara di kampung halaman, ada makna yang tersirat bahwa berpisah sesaat akan semakin merekatkan rasa persaudaraan kita yang lebih kuat.

Imam Safi'i berkata dalam syair nya;

Merantaulah

Aku melihat air menjadi rusak

Karena diam tertahan

Jika mengalir maka menjadi jernih

Jika tidak

Akan keruh menggenang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline