Lihat ke Halaman Asli

Fariastuti Djafar

TERVERIFIKASI

Pembelajar

Menghadapi Hukuman Mati dengan Ikhlas dan Senyuman

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Semua makhluk hidup pasti akan mati, kehidupan ada karena ada kematian. Hukuman mati memang sangat berat. Hanya ada dua pilihan ketika menghadapinya, menerima dengan tawakal dan ikhlas yang akan meringankan dalam menghadapinya atau terus kesal dan berputus asa yang semakin menambah berat dalam menjalaninya.

Untuk membantu meringankan beban terpidana mati, disediakan rohaniawan. Namun semua akhirnya tergantung pada diri terpidana mati sendiri, apakah menggunakan rohaniawan seoptimal mungkin untuk menghadapi kematian atau mengacuhkan mereka karena terpidana mati terus sibuk memikirkan kematian yang mengerikan sembari mengutuk hakim pemutus vonis bahkan menghujat Tuhan yang telah memberikan takdir yang tak diinginkan.

Bagi orang yang beriman, menghadapi hukuman mati dengan tawakal dan ikhlas, akan sangat membantu meringankan beban kejiwaaan terpidana mati dan keluarganya. Beberapa pemikiran positif dalam menghadapi kematian yang dapat membantu menghadapi hukuman mati dengan tawakal dan ikhlas bagi terpidana maupun keluarganya.

1.Terpidana mati adalah orang yang beruntung. Kematian tidak dapat ditolak namun kapan ajal menjemput adalah rahasia Tuhan. Tak heran ada orang yang mati ketika sedang berzina yang membuat malu istri, anak dan keluarganya. Kalau orang tersebut tahu akan mati di hotel tempat dia melakukan maksiat, tak akan kakinya mendekati zina. Dengan mengetahui hari, tanggal dan jam kematian, terpidana mati diberi kesempatan untuk menghadapi kematian dengan sebaik-baiknya antara lain dengan bertobat dan semakin mendekatkan diri kepada si pencipta.

2.Hukuman mati apapun caranya hanyalah salah satu penyebab dari kematian. Kematian manusia bisa disebabkan oleh sakit, kecelakaan, dibunuh dan sebagainya.  Tempat menjalani sakratul maut bisa di mana-mana, di darat, air atau udara misalnya ketika pesawat meledak di udara. Kematian tidak memandang umur, dari sekian detik setelah lahir sampai pada usia yang sangat renta dan pikun. Kematian juga tidak memandang kaya atau miskin.

3.Hukuman mati pertanda Allah sangat menyayangi si terpidana mati dan akan menyelamatkan dari terus berbuat dosa yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Hukuman mati yang diterima secara ikhlas dan tawakal juga dapat mengurangi hukuman di akhirat nanti.

4.Hukuman mati bukan ajang pembalasan dendam. Orang awam atau keluarga korban yang terbunuh karena si terpidana mati mungkin akan berkata ‘rasakan akibatnya’ tetapi tidak demikian dengan pengeksekusi hukuman mati. Mereka profesional dan dikondisikan tidak emosional.  Mereka bukan pembunuh bayaran. Mereka bekerja atas nama Negara dan mempertanggungjawabkan apa yang mereka lakukan kepada Allah dan Negara.  Untuk itu mereka harus taat pada Standard Operational Procedure (SOP) yang intinya meminimalkan waktu  terpidana menghadapi sakratul maut. Jika hukuman mati dilakukan dengan ditembak, yang ditugaskan tentunya penembak jitu sehingga tepat sasaran. Bayangkan, menyembelih hewan saja diwajibkan untuk menggunakan pemotong yang sangat tajam sehingga kematian terjadi secara cepat, apalagi  manusia.

5.Hukuman mati dilakukan berdasarkan putusan pengadilan. Hakim yang manusia seakan menjadi wakil  Tuhan dalam menentukan kapan nyawa manusia akan dicabut . Tugas hakim sangatlah berat. Jika dia salah menjatuhkan vonis, maka dia akan dituntut  mempertanggungjawabkannya  di akhirat nanti. Percayalah, Tuhan tidak pernah tidur. Jika terpidana telah mati di depan regu tembak, Tuhan akan memberikan ampunan kepada terpidana.

Dengan taubat, berpikir positif, tawaqal dan ikhlas menghadapi hukuman, Allah akan semakin dekat dengan terpidana mati. Akan semakin dimudahkan dalam menjalankan ibadah dan membuat fikiran semakin jernih sehingga mampu tersenyum ikhlas menghadapi hari kematian.

Inna shalati, wanusuki, wamahyaya, wamamati lillahirabbil’alamin. Segala apa yang ada pada diri ini, shalatku, ibadahku, dan matiku, hanya untuk Allah semata. (Surah Al-An’am Ayat 62)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline