Dalam masyarakat Betawi, legenda si Pitung sudah tidak dipertanyakan lagi kepopulerannya, legenda si Pitung telah merebak ke dalam gang-gang sempit di belahan kota, bahkan sampai ke luar kota sekali pun.
Legenda yang mencerminkan kebijaksaan dalam mengambil sikap sampai saat ini masih relevan untuk dibaca maupun ditelaah kedalaman unsur-unsur yang menyertainya.
Cerita yang termaktub di dalam legenda si Pitung ini memang sangat mencerminkan kesenjangan strata sosial yang begitu menyedihkan pada kala itu. Dalam kutipan singkat ceritanya, tokoh si Pitung rela mengorbankan kehidupan beserta waktunya untuk mencuri sesuatu dari rumah orang kaya, hasil itu nantinya akan dibagikan kepada masyarakat miskin di Batavia.
Cerita ini sangat mencerminkan bagaimana susahnya masyarakat di Batavia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan di rumah-rumah megah itu kebanyakan mereka bersifat individual sehingga untuk berbagi pun mereka segan.
Legenda si Pitung memang bisa dibilang multidimensi, ia seperti bisa menerobos berbagai dimensi waktu. Perangai-perangai cerita yang termaktub dalam legenda si Pitung sampai saat masih terasa di dalam masyarakat sosial kita. Terlebih dalam peradaban teknologi sifat individualitas semakin meningkat sehingga rasa kemanusiaan semakin hari semakin memudar. Boleh jadi dengan menelaah ulang legenda si Pitung manusia bisa kembali lagi kepada hakikatnya sebagai makhluk yang sosial.
Semoga dalam kurun waktu kedepan legenda si Pitung tetap eksis di dalam masyarakat, sehingga si Pitung akan tetap lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H