Lihat ke Halaman Asli

Diskursus Jeremy Betham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan di Indonesiia

Diperbarui: 16 Desember 2023   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era globalisasi dan tatanan sosial yang semakin kompleks, tindak pidana korupsi telah menjadi permasalahan yang serius, termasuk di Indonesia. Kekhawatiran mengenai dampak sosial, ekonomi, dan politik telah menimbulkan pertanyaan penting mengenai akar permasalahan dari fenomena ini. Artikel ini berupaya menyikapi fenomena kejahatan korupsi di Indonesia melalui kerangka berpikir kalkulus hedonistik yang dikemukakan Jeremy Bentham pada abad ke-18. Bentham, seorang filsuf utilitarian, memberikan kalkulus kesenangan, alat analisis untuk mengukur kebahagiaan dan kenikmatan sebagai panduan moral. Tujuan artikel ini adalah untuk memahami hubungan konsep tersebut dengan fenomena kejahatan korupsi di Indonesia.

Kalkulus hedonis adalah salah satu gagasan sentral hukum utilitarianisme Bentham. Dibuat dengan menggabungkan hedonisme (mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit) dan demokrasi (aturan mayoritas), kalkulus hedonis digunakan untuk memperkirakan seberapa besar kesenangan atau rasa sakit yang ditimbulkan oleh suatu tindakan. Perhitungan ini terdiri dari 7 bagian: Intensitas, yaitu seberapa besar kenikmatan yang diberikan oleh aktivitas tersebut, Durasi : berapa lama kenikmatan tersebut berlangsung, Kepastian : dapatkah kita  menjamin bahwa kenikmatan tersebut akan datang dari aktivitas tersebut, Fertilitas : apakah kenikmatan tersebut akan bertahan atau tidak. menyenangkan ketika tindakan itu diulangi, kedekatan: seperti "jauh" jauh dari kesenangan ini, kemurnian dalam arti ruang atau waktu fisik: sebagai "murni"; Tindakan yang dapat dipertimbangkan dan sejauh mana: berapa banyak orang yang akan terkena dampaknya. Misalnya, kita menerima satu juta poundsterling. Jika kita menyimpannya untuk diri kita sendiri, maka kebahagiaan itu akan sangat besar dan bertahan sangat lama, namun jika kita membaginya di antara keluarga kita, maka kita juga akan ikut merasakan kesenangan tersebut. mempengaruhi lebih banyak orang. Dengan demikian, kalkulus hedonis diciptakan untuk mengevaluasi aspek suatu kegiatan dan mempertimbangkan seberapa bermanfaat atau benar kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan  kesenangan yang diberikan dan kepada siapa. (Kesenangan Gr.hedone) suatu metode untuk menghitung jumlah total kesenangan dan rasa sakit yang dihasilkan oleh suatu tindakan, dan dengan demikian nilai total konsekuensinya; juga disebut kalkulus felicific; dibuat sketsa oleh Bentham dalam bab 4 bukunya Pengantar Prinsip Moral dan Perundang-undangan (1789). Saat menentukan tindakan apa yang benar dalam situasi tertentu, kita harus mempertimbangkan kesenangan dan penderitaan yang diakibatkannya, berkenaan dengan intensitas, durasi, kepastian, kedekatan, kesuburan (probabilitas bahwa satu kesenangan diikuti oleh kesenangan lain, menderita kesakitan lebih lanjut), kemurnian (kemungkinan kesenangan diikuti rasa sakit dan sebaliknya), dan tingkat (jumlah orang yang terkena dampak). Selanjutnya kita harus mempertimbangkan tindakan alternatif: idealnya, metode ini akan menentukan tindakan mana yang mempunyai kecenderungan terbaik, dan karena itu benar. Bentham membayangkan bahwa kalkulus dapat digunakan untuk reformasi hukum pidana: mengingat jenis kejahatan tertentu, hukuman minimum yang diperlukan untuk mencegah kejahatan tersebut dapat ditentukan.

Korupsi adalah suatu jenis kegiatan penipuan atau kriminal yang dilakukan oleh individu atau  organisasi yang mempunyai kekuasaan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi. Istilah korupsi berasal dari kata Latin "corruptio" atau "corruptus", yang berarti tindakan merusak atau menghancurkan. Korupsi melibatkan unsur kewajiban bersama dan saling menguntungkan dan belum tentu bersifat ekonomi. Korupsi dapat berupa penyuapan, pemerasan, dan berbagai jenis penipuan. Korupsi dalam hukum pidana dapat mencakup perbuatan seperti penggelapan atau penggelapan barang milik perusahaan atau negara, kolusi dan nepotisme.

Sejarah Korupsi Di Indonesia

Korupsi di Indonesia memiliki akar sejarah dan sosial yang kompleks. Upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan, namun korupsi masih terjadi dengan berbagai cara. Korupsi merupakan bentuk ketidakjujuran atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau suatu organisasi yang dipercayakan dalam suatu jabatan kekuasaan, untuk memperoleh keuntungan yang haram atau penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Korupsi di Indonesia melibatkan hampir semua lembaga/institusi, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Korupsi telah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime oleh berbagai pihak, termasuk Indonesia, karena daya rusaknya yang besar. Upaya pemberantasan korupsi secara nyata sudah dilakukan, namun masih memerlukan solusi dan regulasi yang lebih efektif.

Berbagai upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah kejahatan korupsi di Indonesia antara lain:

  • Struktur Peraturan: Pemerintah menerapkan struktur peraturan untuk memberikan kerangka hukum yang jelas dan efektif untuk mencegah dan memberantas korupsi.2.
  • Pengembangan Sumber Daya Manusia: Upaya pemerintah untuk memperkuat sumber daya manusia, antara lain melalui pelatihan dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya integritas dan antikorupsi
  • Digitalisasi pemerintahan: Pemerintah melakukan digitalisasi pemerintahan untuk membangun transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan, sehingga mencegah  praktik korupsi.
  • Memperbaiki sistem dan menyelidiki pengaduan  masyarakat: Pemerintah akan memperbaiki sistem dan menyelidiki pengaduan  masyarakat untuk mendeteksi dan mencegah korupsi
  • Upaya pemberantasan korupsi dengan menggunakan metode preventif, detektif dan represif: Pemerintah menggunakan metode preventif, detektif dan represif untuk meminimalkan penyebab korupsi dan untuk mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap praktik korupsi. telah melakukan upaya komprehensif untuk mencegah korupsi  melalui pendekatan  represif  Kami berharap melalui upaya ini kita dapat berkontribusi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
  • Penataan regulasi: Pemerintah melakukan penataan regulasi guna menciptakan kerangka hukum yang jelas dan efektif dalam mencegah serta menindak korupsi.

  • Dengan adanya upaya-upaya tersebut, diharapkan dapat membantu dalam mencegah serta menanggulangi praktik korupsi di Indonesia.

Kalkulus hedonistik, sebuah konsep yang dikembangkan oleh filsuf Jeremy Bentham, dapat diterapkan dalam analisis fenomena korupsi di Indonesia. Kalkulus adalah suatu metode untuk mengevaluasi seberapa besar kesenangan atau kesakitan yang dihasilkan suatu tindakan, termasuk intensitas, durasi, kejelasan, keberhasilan, apakah kesenangan itu terus berlanjut meskipun tindakan itu diulangi, keintiman, kemurnian, dan derajat, yang terdiri dari tujuh bagian. Bentham percaya bahwa kebenaran moral suatu tindakan bergantung pada jumlah kesenangan atau penderitaan yang dihasilkannya. Dalam konteks korupsi, perhitungan ini dapat digunakan untuk memahami motivasi dan akibat dari tindakan korupsi serta untuk mengembangkan kebijakan antikorupsi yang lebih efektif. Dalam artikel ini, kita dapat menggunakan prinsip perhitungan hedonistik untuk mengkaji bagaimana tindakan korupsi  mempengaruhi kesejahteraan dan penderitaan masyarakat secara keseluruhan, serta dampak jangka panjang dari korupsi. Oleh karena itu, kalkulus hedonis dapat menjadi alat yang berguna untuk menganalisis dan mengatasi permasalahan korupsi di Indonesia.

Manfaat penerapan kalkulus hedonis terhadap situasi korupsi mencakup potensi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberantasan korupsi. Teori ini membantu menjelaskan mengapa individu terlibat dalam perilaku korupsi dan  mengukur besarnya kerugian yang disebabkan oleh korupsi dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun kita harus ingat bahwa pemberantasan korupsi memerlukan pendekatan komprehensif yang mencakup perbaikan sistem politik dan ekonomi serta penegakan hukum yang efektif. Penerapan perhitungan hedonistik terhadap kejahatan korupsi dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pemberantasan korupsi. Teori ini dapat digunakan untuk mengukur besarnya keuntungan yang diperoleh pelaku korupsi dan dampak negatifnya terhadap masyarakat. Kalkulus hedonistik menyatakan bahwa kesenangan dapat diukur atau dievaluasi berdasarkan kriteria tertentu. Perhitungan hedonistik dapat digunakan untuk menghitung besarnya kerugian akibat korupsi dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Penerapan perhitungan hedonistik juga memerlukan solusi dan regulasi yang lebih efektif, karena sistem politik dan ekonomi yang korup dapat menciptakan peluang terjadinya korupsi.

Penerapan kalkulus hedonis dalam konteks antikorupsi di Indonesia dapat memberikan kontribusi pada pemahaman kita tentang faktor-faktor yang mungkin dipertimbangkan individu ketika melakukan kegiatan korupsi.

Teori ini juga memungkinkan kita mengukur dampak penderitaan akibat korupsi terhadap masyarakat dan memberikan kerangka kerja untuk memahami faktor-faktor yang mungkin dipertimbangkan individu ketika terlibat dalam kegiatan korupsi. Namun, penting untuk diingat bahwa antikorupsi melibatkan banyak aspek berbeda, seperti penegakan hukum yang ketat, perbaikan institusi politik, dan kesadaran akan konsekuensi  tindakan korupsi.

Hasil penelusuran yang diberikan tidak memberikan informasi  spesifik mengenai tindakan yang dapat dilakukan oleh individu hedonis dalam mencegah tindak pidana korupsi. Namun secara umum, individu dapat berperan dalam mencegah korupsi dengan meningkatkan kesadaran akan konsekuensi  tindakan korupsi, memperkuat nilai-nilai etika dan moral, dan melaporkan tindakan korupsi yang mereka lihat. Selain itu, menghindari gaya hidup mewah dan hedonis yang dapat berujung pada praktik korupsi juga  menjadi salah satu upaya preventif. Upaya pencegahan korupsi juga memerlukan peran aktif  berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah,  penegak hukum, dan masyarakat luas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline