Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengaku siap jika mendapatkan dukungan untuk menjadi calon Wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024.
Yusril menceritakan, ia pernah nyaris mencalonkan diri sebagai capres pada 1999, ketika masa transisi Orde Lama ke era Reformasi. Namun, hal itu urung terjadi. "Cuma pada waktu itu kan saya diminta untuk mundur demi menjaga persatuan bangsa antara Bu Mega (Megawti Soekarnopturi), dan Gus Dur (Abdurrahman Wahid/Gus Dur) pada waktu itu," ucap dia.
Namun demikian, ia mengaku tidak menawarkan diri menjadi capres dalam pertemuan PBB dengan Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pembicaraan soal capres itu hanya pernah terjadi antara Yusril dengan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto beberapa waktu lalu. "Walaupun semua mengatakan keputusan akhir diserahkan kepada Ibu Mega (Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri), tapi kalau dengan partai-partai lain sih memang belum ada pembicaraan sama sekali mengenai hal itu," tutur dia.
Di sisi lain, Yusril memahami keinginannya itu tak mudah terealisasi meski sudah mendapatkan dukungan dari Presiden Joko Widodo. Pasalnya, PBB merupakan parpol yang tidak memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Sehingga, Yusril butuh dukungan dari parpol lain untuk bisa maju dalam kontestasi perebutan kursi RI-1. "Kita tunggu saja, politik ini kan dinamis, dan terbuka," imbuh dia. Adapun Jokowi sempat menyatakan bakal mendukung jika ada parpol yang mengusung Yusril menjadi calon wakil presiden (cawapres).
Dalam sumber YouTube:https://youtu.be/4kYRjlUJ9A0?si=n84wEuIwUlkSKVR7. Ia mengatakan bahwa, Jangankan jadi presiden jadi menterinya dulu tekanan-tekanan begitu kuat baik dalam mau pun luar negeri luar biasa, saya dulu jadi menteri kehakiman pernah suatu hari saya jadi menlu kemudian ikut sidang konferensi Islam membahas terorisme itu tekanan dari Amerika Serikat negara barat tentang terorisme luar biasa, hanya orang yang punya sarof baja tenaga tekanan tekanan psikologis sangat penting untuk kedepan memliki pemimpin tangguh secara intelektual siap, secara emosional bisa mengendalikan diri dan secara psikologis juga mampu bekerja dan bisa mengambil keputusan yang benar dibawah tekanan-tekanan yang besar
Kenapa memilih Prabowo Subianto?
Ada pertimbangan yang Rasional dan Kalkulator alasan dukung Prabowo, mengapa saya dukung pak Prabowo. Tentu didasarkan pada perkembangan situasi dan kondisi juga karena sejak beberapa tahun lalu muncul kepermukaan itu muncul nama Prabowo, Anies, Ganjar. Dan sampai saat ini belum kelihatan calon ke 4 yang akan maju, yang lain lain kemudian disebut sebut calon wakil presiden saya menimbamg-nimbang dari ketiganya yaitu siapa kira kira yang mampu menghadapi persoalan ini memberikan solusi dan menjawab tantangan masa depan saya melihat ganjar sebagai masih tokoh tingkat daerah nya prov Jawa tengah, pak Anies hanya sebentar jadi Mendikbud bukan menjadi menteri yang betul-betul menangani politik yang jelimet serius begitu kemudian menjadi gubernur DKI saya rasa. Saya 5 tahun lalu tidak mendukung Prabowo karena waktu itu saya menganggap belum punya pengalaman yang cukup menjabat sebagai presiden jadi menteri belum pernah dan kita tahu karir beliau di militer berhenti sebagai Pangkostrad dengan pangkat Letjen belum pernah jadi KASAD belum pernah menjadi panglima TNI dst.a
Karena itu saya masih ragu. Tapi setelah beliau masuk ke kabinet dan 5 tahun hampir jadi menhan saya kira beliau paham betul persoalan-persoalan negara ini menhan itu bukan hanya masalah perang pertahanan fisik tetapi juga menyangkut segala aspek ketahanan bagi suatu bangsa beliau melihat terlibat disitu, dan saya melihat usia ya tua dari sebelumnya lebih tua sedikit dibanding saya. Dan kelihatan beliau masih sabar lebih bijak lebih tenang dan saya kira lebih stabil pikirannya dan saya kira itu sangat penting karena seorang pemimpin itu;
1. Kerja di bawah tekanan
2. Akan menghadapi pilihan pilihan yang sulit.
Karena pilihan pilihan itu bukan sifatnya matematis, pilihan pilihan itu ditimbang betul betul dari segi Politik ekonomi sosial dan keagamaan dll. Dan bagi seorang pemimpin kita harus bisa mengambil sebuah keputusan diambil keputusan dan keputusan itu salah, akibatnya fatal.